Sistem pemerintahan di Indonesia terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak awal dimerdekakannya negara Indonesia ini. Namun Indonesia sebagai rechstaat atau negara hukum tetap dipertahankan dan rakyat baik, itu hanya “formalitas” atau tidak tetap menjadi pemegang kedaulatannya.
Berikut ini periode-periode pada perjalanan sistem pemerintahan negara Indonesia berdasar konstitusi yang digunakan :
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1945
Undang-undang Dasar 45 merupakan konstitusi pertama bagi negara negara republik Indonesia. Walaupun dalam segi stabilitas keamaan belum baik, karena masih ada pengaruh NICA dan sekutunya untuk merebut NKRI kembali. Tapi, pemerintahan bisa dijalankan walau “jatuh-bangun” oleh masalah-masalah yang ada, belum lagi inflasi dan blokade ekonomi oleh pihak Belanda saat itu.
Berdasar pasal II Aturan Peralihan, kekuasaan presiden sangat luar biasa, yaitu meliputi:
a) Kekuasaan presiden sendiri, yaitu kekuasaan eksekutif
b) Menjalankan kekuasaan MPR
c) Menjalankan kekuasaan DPR
d) Menjalankan kekuasaan DPA
Dari semua wewenang yang dapat diambil oleh presiden terlihat kalau hal itu seakan-akan menunjukan kekuasaan presiden sebagai penguasa tertinggi tunggal. Cara-cara pemerintahan diktator pun sering menjadi panorama umum. Akibatnya, meski menurut UUD 1945 bangsa Indonesia menganut sistem presidensial. Dalam kenyataannya, kita menganut sistem yang terpusat secara mutlak dan bersifat revolusioner atau revolutionary and absolutely centralized govermental system)
Namun, pada tanggal 14 November 1945 terjadi perubahan dengan keluarnya maklumat presiden. Isi maklumat tersebut adalah bahwa tanggung jawab pemerintah ada di tangan para menteri. Pengalihan tangung jawab pemerintahan ini menunjukan adanya penggantian sistem pemerintahan, sebab dengan itu presiden tidak lagi berfungsi sebagai kepala pemerintahan, melainkan hanya sebagai kepala negara. Jabatan kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri, yang bersama para menteri-menteri mempertanggungjawabkan pelaksanaan semerintahan kepada parlemen. Peristiwa ini semakin meyakinkan banyak orang kalau presiden saat itu memang bertindak laksana diktator berwajah manis. Namun dalam satu sisi, hal ini merupakan bentuk penghormatan dan transparansi presiden kepada pihak lain yang juga loyal terhadap nasib pemerintahan Indonesia saat itu. Memang sangat sulit menentukan pihak mana yang benar-benar salah karena tidak benar.
Sejak adanya maklumat wakil presiden No X, yang berisi : Sebelum MPR dan DPR terbentuk, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN. Mulai saat itu kekuasaan presiden sudah terbatas.
Lebih sederhananya, dalam UUD 45 tersebut ditegaskan beberapa ketentuan sebagai berikut:
a. Bentuk negara, bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan sbb:
1. Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik.
2. Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950
Pasal 1 konstitusi RIS menyebutkan :
a) RIS yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk serikat
b) Kekuatan berkedaulatan RIS dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan senat.
Secara umum. Pada periode ini berlaku konstitusi RIS sehinga bentuk negara Indonesia adalah serikat dan mempunyai sistem pemerintahan republik parlementer . hal ini tak lepas dari pengaruh budaya politik bangsa Belanda yang juga menganut sistem parlementer. Pelaksana kedaulatan rakyat adalah DPR dan senat. Pemerintah dilaksanakan oleh para menteri yang dipimpin oleh perdana menteri dan bertanggung jawab pada parlemen.
Pada masa ini terdapat lembaga negara sebagai berikut:
1. Dewan Menteri
2. DPR
3. Presiden
4. DPK
5. MA, lembaga pengadilan federal tertinggi
6. Senat, lembaga perwakilan negara-bagian di negara RIS
Dalam melaksanakan tugasnya, presiden dibantu oleh para dewan menteri . para dewan menteri terdiri atas menteri-menteri yang diwajibkan memimpin salah satu departemen. Akan tetapi, menteri-menteri yang tidak memangku suatu departemen pun dapat diangkat. Tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya berada di tangan perdana menteri dan para menteri kabinet.
Dalam menjalankan kewajuban ini, presiden tidak dapat diganggu gugat, presiden tidak dapat salah dan disalahkan. Penanggung jawab seluruh kebijakan pemerintah adalah para menteri, baik bersama-sama untuk seluruhnya atau masing-masing untuk bagiannyasendiri. Jadi, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Konsekuensinya, kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen jika kebijakanny a tidak disetujui parlemen.
Periode 17 Agustus 1945 sampai 5 Juli 1959
Pada periode ini menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia ( UUDS RI 1950). Pasal 1 UUDS RI 1945 menyatakan sebagai berikut:
1. RI yang merdeka dan berdaulat, ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan
2. Kedaulatan RI adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah bersama-sama DPR
Dalam piagam persetujuan RIS-RI tanggal 19 Mei 1950, disebutkan negara RI kembali menjadi negara kesatuan dengan sistem pemerintahan parlementer. Sehingga para menterinya sebagai penyelenggara pemerintahan bertanggung jawab kepada DPR.
Berbeda dengan konstituso RIS, UUDS 1950 hanya mengenal 5 lembaga negara, yaitu:
1. Menteri-menteri
2. Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat
4. Mahkamah Agung
5. Dewan Pengawas Keuangan
Menurut UUDS, presiden berfungsi sebagai kepala negara. Meski presiden merupakan bagian dari pemerintahan, tanggung jawab pemerintahan berada di tangan perdana menteri bersama para menterinya. Karena yang dianut adalah sistem parlementer, presiden dan wakil presiden tidak boleh diganggu-gugat. Penanggung jawab tindakan pemerintah adalah menteri-menteri, secara bersama-sama untuk seluruhnya atau masing-masing untuk bagiannya sendiri.sebagai imbangannya, pemerintah dapat meminta presiden untuk membubarkan DPR.
Pada masa ini, kondisi perpolitikan kurang begitu stabil. Kabinet kerap kali jatuh, karena sering mendapat mosi tidak percaya dari DPR. Sehingga terjadi masa “transisi” abadi, walaupun secara umum mempunyai goal yang kurang lebih sama.
Yang jadi masalah besar pada periode ini adalah kegagalan konstituante dalam menetapkan hukum dasar negara, sehingga untuk menyelamatkan negara dan bangsa akibat gagalnya konstituante tersebut, presiden mengeluarkan dekrit presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Periode 5 Juli 1959 sampai 11 Maret 1966
Periode ini dimulai sejak keluarnya dekrit 5 Juli 1959 yang penuh kontroversi, namun di dukung mayoritas rakyat, ABRI dan parpol tertentu karena mengembalikan Indonesia kepada UUD para founding father, yaitu UUD 45. Pada periode ini sistem pemerintahan RI diselenggarakan atas asas demokrasi terpimpin dan sistem presidensial.
Pada aktualisasinya, bukannya semakin menuju ke UUD 45, presiden malah semakin menampakkan kediktatorannya melalui penyimpangan-penyimpangan yang sangat kontradiktif dengan kaidah UUD 45. Begitu pula dengan dasar negara kita,pancasila. Pancasila kita dihianati bahkan dimodifikasi sedimikian rupa tafsirannya untuk mendapatkan, mempertahankan dan memperbesar kekuasaan pemimpin.
Penyimpangan tersebut antara lain tampak dalam hal-hal berikut:
1. Pimpinan-pimpinan MPR, DPR , BPK dan MA diberi kedudukan sebagai menteri , sehingga ditempatkan sebagai bawahan presiden. Oleh karena itu, dalam mekanisme kerja MPR dan DPR ditentukan bahwa jika MPR atau DPR tidak berhasil mengambil keputusan, maka persoalan tersebut diserahkan kepada presiden untuk memutuskannya. Padahal menurut UUD 45, MPR adalah lembaga yang membawahi dan berkedudukan lebih tinggi dari presiden
2. Presiden juga memperluas kekuasaannya melalu UU No 19 tahun 1964 yang antara lain menentukan bahwa demi kepentingan revolusi, presiden berhak untuk mencampuri proses peradilan. Padahal UUD 45 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, yang terlepas dari pengaruh pemerintah.
Tampak bahwa prinsip pemisahan kekuasaan negara dan sistem check and balanc yang menjadi pilar utama sistem pemerintahan presidensial telah terabaikan saat itu. Bahkan presiden memperbesar kekuasaannya dengan membentuk lembaga ekstra-konstitusional ataupun dengan mengatur sendiri hal-hal yang semestinya diatur bersama dengan DPR.
Periode 11 Maret sampai 21 Mei 1998
Periode ini berawal dari peristiwa yang sangat membingungkan sekaligus memalukan. Yakni adanya pengondisian stabilitas keamanan dan politik untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Sehingga, walaupun secara teoritis periode ini menganut sistem parlementer dan “berniat” reaktualisasi pancasila dan UUD 45 secara murni.
Dalam kenyataannya, hanya melahirkan pemimpin abadi yang sangat jenius mempertahankan kekuasaannya dan mampu meningkatkan kondisi perekonomian baik makro maupun mikro menjadi relatif lebih baik. Yakni, terpilih dan terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden RI. Oleh karena itu, presiden Soeharto dapat memerintah Indonesia selama hampir 32 tahun.
Hal itu tentu tidak terlepas dari terjadinya pemusatan kekuasaan negara di tangan presiden. Dari berbagai sudut pandang dan objek benchmarking, tampak bahwa pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial di masa ORBA memiliki kemiripan dengan pelaksanaan sistem pemerintahan di masa Demokrasi terpimpin atau Orde Lama. Yakni: Pembatasan hak-hak politik rakyat, pemusatan kekuasaan di tangan presiden, pembentukan lembaga ekstra-konstitusional. Memang undang-undang yang membolehkan campur-tangan presiden di bidang peradilan sudah dihapus, namun itu tidak berarti presiden Soeharto tidak dapat mencampuri pelaksanaan kekuasaan kehakiman saat itu.
Walau perekonomian kualitasnya dapat ditingkatkan, tapi karena gagalnya character-building menyebabkan virus-virus KKN menyebar laksana benang sari di musim panas.
Periode 21 Mei 1998 sampai Sekarang ( Sesudah Amandemen)
Periode ini diawali dengan pernyataan pengumuman pengunduran diri presiden Soeharto dan selanjutnya BJ Habibie menjabat sebagai presiden. Secara umum, sistem pemerintahan yang digunakan adalah presidensial. Pada periode ini terlihat perkembangan yang cukup signifikan ke arah lebih baik dalam berbagai bidang. Hukum semakin dipertegas dan jelas, sehingga kemungkinan multitafsir dapat dicegah dan oknum yang ingin memanifulasi hukum dapat dideteksi.
Pada periode ini, pemilu dapat dijalankan dengan baik sebagai realisasi demokrasi di Indonesia. Pemimpin-pemimpinnya pun sangat sedikit yang menampilkan jiwa diktator dan hedonis.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini perbandingan sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan sesudah dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945:
Masa Orde Baru
(Sebelum Amandemen UUD 1945)
Periode 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998
Masa Reformasi
(Setelah Amandemen UUD 1945)
Periode 21 Mei 1998 sampai sekarang
1. Indonesia adalah negara hukum
Indonesia adalah negara hukum ( pasal 1 ayat 3)
2. Sistem konstitusional pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi atau basic law
Sistem konstitusional pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi atau basic law ( pasal 2 ayat 1, pasal 3 ayat 3, pasal 4 ayat 1)
3. Kekuasaan negara tertinggi di tangan MPR
Kekuasaan negara tertinggi di tangan MPR ( pasal 1 ayat 2, pasal 5 ayat 1)
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi menurut UUD 1945
Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi menurut UUD 1945 ( pasal 3 ayat 2, pasal 4 ayat 1 dan 2)
5. Presiden tidak bertangung jawab kepada DPR
Presiden tidak bertangung jawab kepada DPR ( pasal 4-16 tentang presiden)
6. Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab pada DPR
Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab pada DPR (pasal 17)
7. Kekuasaan kepala negara terbatas
Kekuasaan kepala negara terbatas ( pasal 3 ayat 3, pasal 7A, pasal 20A ayat 2 dan 3)
Struktur kekuasaan negara sebelum amandemen UUD 1945 :
Struktur kekuasaan negara setelah amandemen UUD 1945 :
Sistem pemerintahan di Indonesia merupakan suatu sistem yang cukup menarik untuk dijadikan objek pembahasan yang komprehensif, tidak hanya karena dinamisitasnya tapi juga perkembangan historisnya yang juga kontroversial. Sehingga apabila ada pembahasan mengenai perbandingan antara sistem pemerintahan sebelum dan sesudah amandemen, tentu akan kurang “ khusyuk’ jika pembahasannya tidak sesuai kronologis historial.
Sistem pemerintahan di Indonesia terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak awal dimerdekakannya negara Indonesia ini. Namun Indonesia sebagai rechstaat atau negara hukum tetap dipertahankan dan rakyat baik, itu hanya “formalitas” atau tidak tetap menjadi pemegang kedaulatannya.
Berikut ini periode-periode pada perjalanan sistem pemerintahan negara Indonesia berdasar konstitusi yang digunakan :
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1945
Undang-undang Dasar 45 merupakan konstitusi pertama bagi negara negara republik Indonesia. Walaupun dalam segi stabilitas keamaan belum baik, karena masih ada pengaruh NICA dan sekutunya untuk merebut NKRI kembali. Tapi, pemerintahan bisa dijalankan walau “jatuh-bangun” oleh masalah-masalah yang ada, belum lagi inflasi dan blokade ekonomi oleh pihak Belanda saat itu.
Berdasar pasal II Aturan Peralihan, kekuasaan presiden sangat luar biasa, yaitu meliputi:
a) Kekuasaan presiden sendiri, yaitu kekuasaan eksekutif
b) Menjalankan kekuasaan MPR
c) Menjalankan kekuasaan DPR
d) Menjalankan kekuasaan DPA
Dari semua wewenang yang dapat diambil oleh presiden terlihat kalau hal itu seakan-akan menunjukan kekuasaan presiden sebagai penguasa tertinggi tunggal. Cara-cara pemerintahan diktator pun sering menjadi panorama umum. Akibatnya, meski menurut UUD 1945 bangsa Indonesia menganut sistem presidensial. Dalam kenyataannya, kita menganut sistem yang terpusat secara mutlak dan bersifat revolusioner atau revolutionary and absolutely centralized govermental system)
Namun, pada tanggal 14 November 1945 terjadi perubahan dengan keluarnya maklumat presiden. Isi maklumat tersebut adalah bahwa tanggung jawab pemerintah ada di tangan para menteri. Pengalihan tangung jawab pemerintahan ini menunjukan adanya penggantian sistem pemerintahan, sebab dengan itu presiden tidak lagi berfungsi sebagai kepala pemerintahan, melainkan hanya sebagai kepala negara. Jabatan kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri, yang bersama para menteri-menteri mempertanggungjawabkan pelaksanaan semerintahan kepada parlemen. Peristiwa ini semakin meyakinkan banyak orang kalau presiden saat itu memang bertindak laksana diktator berwajah manis. Namun dalam satu sisi, hal ini merupakan bentuk penghormatan dan transparansi presiden kepada pihak lain yang juga loyal terhadap nasib pemerintahan Indonesia saat itu. Memang sangat sulit menentukan pihak mana yang benar-benar salah karena tidak benar.
Sejak adanya maklumat wakil presiden No X, yang berisi : Sebelum MPR dan DPR terbentuk, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN. Mulai saat itu kekuasaan presiden sudah terbatas.
Lebih sederhananya, dalam UUD 45 tersebut ditegaskan beberapa ketentuan sebagai berikut:
a. Bentuk negara, bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan sbb:
1. Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik.
2. Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950
Pasal 1 konstitusi RIS menyebutkan :
a) RIS yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk serikat
b) Kekuatan berkedaulatan RIS dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan senat.
Secara umum. Pada periode ini berlaku konstitusi RIS sehinga bentuk negara Indonesia adalah serikat dan mempunyai sistem pemerintahan republik parlementer . hal ini tak lepas dari pengaruh budaya politik bangsa Belanda yang juga menganut sistem parlementer. Pelaksana kedaulatan rakyat adalah DPR dan senat. Pemerintah dilaksanakan oleh para menteri yang dipimpin oleh perdana menteri dan bertanggung jawab pada parlemen.
Pada masa ini terdapat lembaga negara sebagai berikut:
1. Dewan Menteri
2. DPR
3. Presiden
4. DPK
5. MA, lembaga pengadilan federal tertinggi
6. Senat, lembaga perwakilan negara-bagian di negara RIS
Dalam melaksanakan tugasnya, presiden dibantu oleh para dewan menteri . para dewan menteri terdiri atas menteri-menteri yang diwajibkan memimpin salah satu departemen. Akan tetapi, menteri-menteri yang tidak memangku suatu departemen pun dapat diangkat. Tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya berada di tangan perdana menteri dan para menteri kabinet.
Dalam menjalankan kewajuban ini, presiden tidak dapat diganggu gugat, presiden tidak dapat salah dan disalahkan. Penanggung jawab seluruh kebijakan pemerintah adalah para menteri, baik bersama-sama untuk seluruhnya atau masing-masing untuk bagiannyasendiri. Jadi, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Konsekuensinya, kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen jika kebijakanny a tidak disetujui parlemen.
Periode 17 Agustus 1945 sampai 5 Juli 1959
Pada periode ini menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia ( UUDS RI 1950). Pasal 1 UUDS RI 1945 menyatakan sebagai berikut:
1. RI yang merdeka dan berdaulat, ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan
2. Kedaulatan RI adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah bersama-sama DPR
Dalam piagam persetujuan RIS-RI tanggal 19 Mei 1950, disebutkan negara RI kembali menjadi negara kesatuan dengan sistem pemerintahan parlementer. Sehingga para menterinya sebagai penyelenggara pemerintahan bertanggung jawab kepada DPR.
Berbeda dengan konstituso RIS, UUDS 1950 hanya mengenal 5 lembaga negara, yaitu:
1. Menteri-menteri
2. Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat
4. Mahkamah Agung
5. Dewan Pengawas Keuangan
Menurut UUDS, presiden berfungsi sebagai kepala negara. Meski presiden merupakan bagian dari pemerintahan, tanggung jawab pemerintahan berada di tangan perdana menteri bersama para menterinya. Karena yang dianut adalah sistem parlementer, presiden dan wakil presiden tidak boleh diganggu-gugat. Penanggung jawab tindakan pemerintah adalah menteri-menteri, secara bersama-sama untuk seluruhnya atau masing-masing untuk bagiannya sendiri.sebagai imbangannya, pemerintah dapat meminta presiden untuk membubarkan DPR.
Pada masa ini, kondisi perpolitikan kurang begitu stabil. Kabinet kerap kali jatuh, karena sering mendapat mosi tidak percaya dari DPR. Sehingga terjadi masa “transisi” abadi, walaupun secara umum mempunyai goal yang kurang lebih sama.
Yang jadi masalah besar pada periode ini adalah kegagalan konstituante dalam menetapkan hukum dasar negara, sehingga untuk menyelamatkan negara dan bangsa akibat gagalnya konstituante tersebut, presiden mengeluarkan dekrit presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Periode 5 Juli 1959 sampai 11 Maret 1966
Periode ini dimulai sejak keluarnya dekrit 5 Juli 1959 yang penuh kontroversi, namun di dukung mayoritas rakyat, ABRI dan parpol tertentu karena mengembalikan Indonesia kepada UUD para founding father, yaitu UUD 45. Pada periode ini sistem pemerintahan RI diselenggarakan atas asas demokrasi terpimpin dan sistem presidensial.
Pada aktualisasinya, bukannya semakin menuju ke UUD 45, presiden malah semakin menampakkan kediktatorannya melalui penyimpangan-penyimpangan yang sangat kontradiktif dengan kaidah UUD 45. Begitu pula dengan dasar negara kita,pancasila. Pancasila kita dihianati bahkan dimodifikasi sedimikian rupa tafsirannya untuk mendapatkan, mempertahankan dan memperbesar kekuasaan pemimpin.
Penyimpangan tersebut antara lain tampak dalam hal-hal berikut:
1. Pimpinan-pimpinan MPR, DPR , BPK dan MA diberi kedudukan sebagai menteri , sehingga ditempatkan sebagai bawahan presiden. Oleh karena itu, dalam mekanisme kerja MPR dan DPR ditentukan bahwa jika MPR atau DPR tidak berhasil mengambil keputusan, maka persoalan tersebut diserahkan kepada presiden untuk memutuskannya. Padahal menurut UUD 45, MPR adalah lembaga yang membawahi dan berkedudukan lebih tinggi dari presiden
2. Presiden juga memperluas kekuasaannya melalu UU No 19 tahun 1964 yang antara lain menentukan bahwa demi kepentingan revolusi, presiden berhak untuk mencampuri proses peradilan. Padahal UUD 45 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, yang terlepas dari pengaruh pemerintah.
Tampak bahwa prinsip pemisahan kekuasaan negara dan sistem check and balanc yang menjadi pilar utama sistem pemerintahan presidensial telah terabaikan saat itu. Bahkan presiden memperbesar kekuasaannya dengan membentuk lembaga ekstra-konstitusional ataupun dengan mengatur sendiri hal-hal yang semestinya diatur bersama dengan DPR.
Periode 11 Maret sampai 21 Mei 1998
Periode ini berawal dari peristiwa yang sangat membingungkan sekaligus memalukan. Yakni adanya pengondisian stabilitas keamanan dan politik untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Sehingga, walaupun secara teoritis periode ini menganut sistem parlementer dan “berniat” reaktualisasi pancasila dan UUD 45 secara murni.
Dalam kenyataannya, hanya melahirkan pemimpin abadi yang sangat jenius mempertahankan kekuasaannya dan mampu meningkatkan kondisi perekonomian baik makro maupun mikro menjadi relatif lebih baik. Yakni, terpilih dan terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden RI. Oleh karena itu, presiden Soeharto dapat memerintah Indonesia selama hampir 32 tahun.
Hal itu tentu tidak terlepas dari terjadinya pemusatan kekuasaan negara di tangan presiden. Dari berbagai sudut pandang dan objek benchmarking, tampak bahwa pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial di masa ORBA memiliki kemiripan dengan pelaksanaan sistem pemerintahan di masa Demokrasi terpimpin atau Orde Lama. Yakni: Pembatasan hak-hak politik rakyat, pemusatan kekuasaan di tangan presiden, pembentukan lembaga ekstra-konstitusional. Memang undang-undang yang membolehkan campur-tangan presiden di bidang peradilan sudah dihapus, namun itu tidak berarti presiden Soeharto tidak dapat mencampuri pelaksanaan kekuasaan kehakiman saat itu.
Walau perekonomian kualitasnya dapat ditingkatkan, tapi karena gagalnya character-building menyebabkan virus-virus KKN menyebar laksana benang sari di musim panas.
Periode 21 Mei 1998 sampai Sekarang ( Sesudah Amandemen)
Periode ini diawali dengan pernyataan pengumuman pengunduran diri presiden Soeharto dan selanjutnya BJ Habibie menjabat sebagai presiden. Secara umum, sistem pemerintahan yang digunakan adalah presidensial. Pada periode ini terlihat perkembangan yang cukup signifikan ke arah lebih baik dalam berbagai bidang. Hukum semakin dipertegas dan jelas, sehingga kemungkinan multitafsir dapat dicegah dan oknum yang ingin memanifulasi hukum dapat dideteksi.
Pada periode ini, pemilu dapat dijalankan dengan baik sebagai realisasi demokrasi di Indonesia. Pemimpin-pemimpinnya pun sangat sedikit yang menampilkan jiwa diktator dan hedonis.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini perbandingan sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan sesudah dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945:
Masa Orde Baru
(Sebelum Amandemen UUD 1945)
Periode 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998
Masa Reformasi
(Setelah Amandemen UUD 1945)
Periode 21 Mei 1998 sampai sekarang
1. Indonesia adalah negara hukum
Indonesia adalah negara hukum ( pasal 1 ayat 3)
2. Sistem konstitusional pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi atau basic law
Sistem konstitusional pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi atau basic law ( pasal 2 ayat 1, pasal 3 ayat 3, pasal 4 ayat 1)
3. Kekuasaan negara tertinggi di tangan MPR
Kekuasaan negara tertinggi di tangan MPR ( pasal 1 ayat 2, pasal 5 ayat 1)
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi menurut UUD 1945
Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi menurut UUD 1945 ( pasal 3 ayat 2, pasal 4 ayat 1 dan 2)
5. Presiden tidak bertangung jawab kepada DPR
Presiden tidak bertangung jawab kepada DPR ( pasal 4-16 tentang presiden)
6. Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab pada DPR
Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab pada DPR (pasal 17)
7. Kekuasaan kepala negara terbatas
Kekuasaan kepala negara terbatas ( pasal 3 ayat 3, pasal 7A, pasal 20A ayat 2 dan 3)
Struktur kekuasaan negara sebelum amandemen UUD 1945 :
Struktur kekuasaan negara setelah amandemen UUD 1945 :