Rabu, 22 Desember 2010

Pohon Keimanan Gue

Kemarin gue sudah membaca tentang filsafat platonic dan aristoteles, yang ternyata masih meragukan kekuatan logisnya. Jika kambing makan ramput maka mendung, dan jika mendung maka hujan. Jadi, jika kambing makan rumput maka hujan. Ngasal ? tapi itu lah segelintir pemikiran yang sempat mendominasi cara berpikir gue. Dilihat, buat premi, buat sambungan dan dapat kesimpulan. Gak peduli apakah ada factor X yang lain. Termasuk, jika pada saat ini loe kehilangan uang lima ribu dan pada saat yang sama dompet gue nambah lima ribu. Maka, kesimpulan logisnya gue yang nyolong lima ribu punya loe. Ngasal ? itu lah cara berpikir sedehana dan kuno.
Hari ini, gue ngebaca lagi filsafat besar oriental. Aliran confusion dan tao. Ya, mirip jabariyah dan qadariyah. Kalau konfusionisme mikir semua perlu usaha dan kita perlu mengendalikan kekuatan alam. Maka taoisme dengan lantang mengatakan biarkan alam mengatur. Karena hanya alam yang tahu batasan keseimbangan, mereka yang sering bilang dengan Yin dan Yang.
Dan saat ini gue tersadar, menyingkirkan sejenak aristotelisme, platonisme, konfusionisme, taoisme, serta sepaket marxisme-leninisme dan kapitalisme. Menyingkirkannya dari otak gue dan sementara biarkan mereka tetap ada di rak buku. Termasuk, sementara meletakkan dengan rapi buku-buku kedokteran yang tingginya sudah mencapai jendela kamar.
Detik ini, gue mulai sadar dengan kekutan argumentasi nabi Ibrahim as. Kalau gue dengan mudah menyanggah pendapat orang, itu (mungkin) referensi yang pernah gue baca sebelumnya. Gue gak habis pikir, bagaimana dengan kisah nabi Ibrahim as mencari kebenaran dengan melakukan penelitian tanpa referensi. Gak ada daftar pustaka dan tidak ada sitasi. Membiarkan logika mengalir dan membiarkan alasan dibantah oleh alasan sendiri. Menyimpulkan dengan jawaban, lalu menyalahkannya dengan jawaban lain.
Pertama melihat bintang, lalu mengagungkan bulan. Kemudian memuliakan matahari. Selanjutnya menyadari, pasti ada yang menciptakan itu semua. Dzat yang mahaAgung dan MahaBesar. Jawaban akhir yang tak akan pernah ada lagi jawaban yang menandinginya.
Kesalahan gue sejak dulu,terlalu alergi membahas keimanan lewat jalur logika (aqliyah). Menyandarkan dengan dalil-dalil naqli, terus memupuk kepercayaan dengan menghafalnya. Membangkitkan keimanan dengan memaknai serta menghayati dalil naqli tersebut. Memang bisa dijadikan hujah (alasan) gue untuk terus mempertahankan keislaman ini.
Suatu saat gue terhentak. Memandang nanar masa-masa lalu yang diliputi rasa aman dan tenang. Kalau memang itu gak bisa disebut zona nyaman. Zona nyaman keimanan gue. Bertemu dengan orang islam di mana-mana, bersahat dengan ikhwah yang saling menjaga dan punya keluarga yang memberi arahan. Hentakan itu bermula dengan bertemunya pemikiran gue dengan pemikiran athies yang merasa orang rasional. Walau fisik kami gak bisa bertemu, masih terhalang oleh batasan jarak.
“why are you moslem ?”
Pertanyaan yang bikin gue tertawa saat dulu. Namun bikin merinding saat ini.
Pengen jawab dengan dalil al-qur’al nul karim. Dia saja gak percaya islam, ya otomatis dia menganggap al-qur,an sebagai referensi pembenaran. Pengen bicara hadits, sama nabi besar muhammah saw saja dia mungkin melecehkan. Ingin menyampaikan pendapat sahabat, mungkin dia berkata “emang mereka siapa?”.
Gak ada pilihan lain. Logika mesti dijawab dengan logika. Alur berpikir mesti dipatahkan dengan alur yang lebih jelas. Gak ada win-win solution untuk masalah keimanan. Iya atau tidak. Benar atau salah. Mungkin ini yang menjadikan gue selalu menganggap, bijaksana itu bukan berarti netral. Bijaksana berarti bisa memilih.
Gue mulai menjelaskan dari paling besar, dari super kluster yang terdiri atas berbagai macam kluster (menurut Hubble). Kluster sendiri terdiri atas berjuta galaksi. Dalam sebuah galaksi itu (diambil satu untuk sampel), terdiri satu set tata-surya yang tersusun oleh berbagai macam planet. Planet tersebut, ambil contoh bumi. Ternyata tersusun atas benua-benua, yang di dalamnya tersusun atas jajaran pulau-pulau. Dalam sebuah pulau terdapat beberapa kota. Yang mana, dalam kota tersebut atas beberapa ratus kecamatan. Dalam sebuah kecamatan ada beberapa puluh RT. Dalam RT ada bebrapa ratus rumah. Eh, dalam rumah ternyata ada beberapa orang yang mengikat diri dalam satu keluarga. Keluarga tersusun atas orang. Iya, orang. Satu organism. Cukup ?
Tidak. Organism berjalan karena adanya system organ. Yang juga tersusun atas organ-organ yang sinergis. Organ tadi ada karena adanya jaringan yang punya histianatomi serta fisiologis yang mendekati sama. Terus, jaringan tersusun atas sel-sel. Dalam sel ada berjuta organel. Ada mitokondria, ribosom, reticulum endoplasma, nucleus dan lain-lain. Eh, ternyata dalam nucleus ada pula nukleulus. Di dalamnya, ada kromosom yang bila diurai terdiri atas rantai heliks ganda (DNA). Belum lagi, DNA tersusun atas pentose,fospat serta basa-basa pirimidin dan purin. Masing-masing, pirimidin tersusun atas sitosin dan timin. Purin, tersusun atas adenine dan guanine. Masing-masing basa tadi masih sebagai senyawa. Senyawa tersusun atas kation dan anion. Setiap unsur, baik anion maupun kation pasti tersusun atas atom yang homogeny. Atom pun (berdasarkan teori quantum), masih tersusun atas nucleon dan electron. Nucleon tersusun atas positron dan neutron. Yang kecil-kecil tadi masih terdiri atas noun, quark dan lain-lain. Masih banyak hal kecil lain yang belum ditemukan.
Hubungannya? Gue bikin athies tadi keselek dulu dengan fakta di atas. Lalu dengan tenang bilang, semua kemajemukan dari yang terbesar sampai terkecil tadi ternyata berjalan dengan teratur. Gak ada pernah tabrakan antar planet dan saling serang antar electron. Pasti ada Dzat MahaKuasa yang mengatur itu semua. Allah azza wajalla.
“klo Tuhan (baca;Allah swt) itu ada, kok kejahatan atau kemaksiatan masih ada ? ada Tuhan berarti semua berjalan lancar kan”
Giliran gue yang mesti keselek dengan pertanyaan kritisnya. Alhamdulillah Allah memudahkan.
Gue bilang, apa dingin itu ada ? yang menurutnya mungkin pertanyaan bodoh. “ada” katanya, faktanya sudah jelas.
Kenyataannya,dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika,yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua pasrtikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.
Lalu, apa gelap itu ada? Mungkin dia ketawa dengan pertanyaan gue yang satu ini.
Ternyata gelap itu tidak ada. Kita menggunakan kata gelap untuk menjelaskaan keadaan yang tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk menjadikan cahaya terbagi menjadi beberapa warna me-ji-ku-hi-bi-ni-u dan mempelajari gelombananya. Tapi kita tidak bisa mengukur gelap.
Hubunganya ?
Apakah benar kejahatan itu ada. (mungkin dia tertawa lagi coz di televise ada perampokan bank, pembunuhan, pencurian dan lain-lain). Ternyata kejahatan itu tidak ada. Kata kejahatan digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan dimana di hati-hati manusia itu masih tidak ada kepercayaan akan adanya ALLAH swt yang selalu mengawasi. Ketiadaan iman yang menjadikan kejahatan itu muncul.
Masih panjang lagi sebenarnya diskusi hangat itu, kalau tidak bisa disebut debat yang panas.
Kembali coy. Hal yang sebenarnya pengen gue sampaikan adalah, ternyata mengokohkan keimanan kita dengan jalan mengasah rasio dan menggunakan dalil-dalil aqliyah kadang mempunyai nilai yang multidimensi. Menjadikan pohon keimanan kita berakar tunggang, serta terus menusuk dalam ke tanah.
Iman yang terasah dengan proses berpikir, tentunya akan berbuah lebat dan manis. Terus mengasah tanpa kenal lelah. Itu lah tanda muslim sejati. Karena kita yakin siapa tahu ini adalah detik terakhir kita. Ga ada pilihan lain kan ? ya, lakukan yang terbaik.
Keimanan kita yang menangkal rasa keluh-kesah. Rasa yang terlahir karena tumpukan tugas mikrobiologi, segunung textbook yang mesti dihafal dan dipahami, slide dosen yg ribuan jumlahnya, histology yang hafalan melulu, asdos anatomi yang terlalu perfectionist (*etika.hehehe), biokim de el el. Eits, keimanan yang menjawab itu semua.
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal” (TQS Ali ‘Imran (3),190)
“(dan) di antara tanda-tanda kekuasaanNYA adalah diciptakanNYA langit dan bumi serta berlain-lainnya bahasa dan warna kulitmu (TQS Ar-Rum (30);22)
“Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? (TQS Al-Ghasyiyah (88)17-20)

Tidak ada komentar: