Jam weker menarikku dari dunia mimpi . Memaksa jiwa kembali merasuk ke raga. Tepat menginjak pukul 04.00. empat jam tidur, memuaskan dan penuh kesegaran. Meski dalam keadaan setengah sadar, ya, atau mungkin seperempat sadar. Ku ambil air wudhu sambil menghirup udara pagi itu. Menekan semua kegelisahan yang sempat mengganggu batin. Mengoyak semua kejenuhan. Dan subhanallah, istri dan tiga orang anakku mendahului untuk tahajud hari ini. Membanggakan.
Seperti biasa,selesai tahajud. Kurapikan tumpukan buku di meja kerja. Selesai draft untuk penelitian terbaru bidang gastroenterologi. Dengan sharing bersama akhwat yang sekarang menjadi pendamping jiwa dan penjaga cinta,masalah rumah sakit pun selesai malam tadi. Gara-gara dokter spesialis yang kurang disiplin. Kususun ulang buku sesuai spesifik pembahasan. Walau lambat. Kerapian itu yang membuatku puas.
Menunggu adzan shubuh. Aku menyiapkan slide kuliah untuk mahasiswa-mahasiswaku. Dua materi yang mesti kusampaikan untuk semester III, Anemia dan turunannya serta leukemia. Sambil sesekali mengingat penjelasan dr.Darwin Prenggono,Sp.PD,K-HOM. Dosen yang menjelaskan kepadaku mekanisme semuanya. Maklum, dosen muda yang masih fresh from the oven. Masih perlu banyak belajar. Masih perlu memaknai sebuah kesalahan.
Sesuai target. 15 menit selesai untuk dua slide. Meski aku Cuma sedikit menambahkan text-book terbaru dan jurnal yang dibaca istriku tadi malam. Selesai dengan baik. Masih ada waktu yang tersisa. Mataku tak sengaja tertuju pada sekelompok buku yang sempat menjadi peganganku saat dakwah di kampus tempo dulu. Termasuk dua buku tulisanku yang terbit di semester 2 dan 3, KEEP SPIRIT dan RESEP GENERIK HIDUP FANTASTIK. Tak kusangka, dua buku pertama ddi kampus yang serius itu menjadi batu lonjatan untuk karya-karya selanjutnya. Buku lain yang menggugah rasa; Nizhamul Islam Syaik Taqi, Pahlawan Itu Bernama Hasan al-Banna, Quantum Tarbiyah Abu ‘Izzudin , Dari Gerakan ke Negara Anis Matta dan lain-lain. Terharu mengingat itu, perjuangan dakwah kampus yang penuh tantangan dan hambatan. Bahkan celaan dan intimidasi. (*thank to; DR.dr.H.Ahmad Adityawarman,Sp.A(K) dan DR.dr.H. Mahliyan Furqoni, Sp.PD(K) yang menemani saat sedikit “bincang hangat” dengan petinggi BEM di depan farma).
Aku mengisi kuliah jam 8 sampai 10 di farma lantai 3, lalu jam 1 sampai 3 di gedung IKM lantai 3. Rasa salutku muncul dengan ketua MEU yang baru. Teman satu perjuangan akhirnya yang duduk di sana. Dia, DR.dr.H.Ahmad Adityawarman,Sp.A (K) yang menjabat posisi itu. Luar biasa, semua jadwal kuliah dan praktikum tidak ada yang melanggar waktu shalat. Sebelum kuliah diwajibkan membaca doa. Diatur tempat duduk laki-laki dan perempuan dalam kuliah. Study-skill pembahasannya juga sampai “trik menjadi dokter muslim professional”. ada juga waktu khusus buat shalat dhuha. Mantap .
Hanya dua kuliah untuk hari ini. Namun cukup membakar gairah mengajarku. Memacu semangat untuk terus berdakwah. Ya,dakwah. Dengan jalur baru, sebagai dosen ,direktur rumah sakit dan manager farmako factory. Tentunya juga sebagai kepala keluarga yang siap memimpin hingga ke syurga.Amien,
Selesai sarapan. Tas kecil menggantung dipundakku,menjadi penolong menaruh semua buku yang kubawa. Tepat jam 07.30 aku berangkat. Menyetir mobil sendiri sambil berpikir apa saja agendaku dikampus. Ingin ketemu qiyadah KSI Asy-syifa, shilaturrahim dengan president BEM FK yang baru dilantik dan ketemu ketua HIMA PSPD. Termasuk duduk di perpus,mengingat masa-masa romantic saat “ber-khalwat” dengan buku-buku itu.
Kuparkir mobil di gedung depan. Berjalan dengan santai melewati jalan kecil di samping lapangan basket. Iya, lapangan basket ada di sebelah kiri. Di sebelah kanan, kulihat mushalla indah yang berdiri kokoh. Mushalla itu bernama “Asy-syifa” . aku yakin, itu pusat peradaban dan intelektualitas,serta pergerakan kampus ini. Tertulis juga di sana “secretariat KSI Asy-syifa”. KSI itu, yang menjadi tempat pendewasaan diri ini. Menjadi wadah semua pertumbuhan ini.
Sampai di ujung jalan. Ku belokkan arahan langkah ke kanan. Terlihat gedung anatomi yang semakin megah. Tepat bersebelahan dengan gedung biologi-embriologi. Gedung yang menjadi pengingat masa-masa saat aku masih menjadi koordinator asdos anatomi. Kisah asdos yang penuh perjuangan. Di sana aku menangis. Aku tersenyum. Bahkan, di sana aku marah untuk pertama kali. Tepat di semester III. Saat kekanak-kanakan masih menjadi sikapku. Walau dibilang dewasa. Jadi keingat Prof.DR.dr. Oski Illiandri,M.kes,Sp.S. patner penelitianku saat masih imut duduk di semester III. Anatomi neurosain !
Hhhmmmm… di sana aku belajar banyak. Saat kau lelah. Ternyata ada yang lebih lelah. Bahkan di balik lelahnya itu, dia masih sempat tersenyum. Sempat juga berkata “maaf”.hiks hiks hiks. Yang paling kuingat koti itu, dr.panji winata nurikhwan,M.Med.Ed,Sp.OG. sekarang masih menyelesaikan S3 di Harvard University. Koti tangguh. Teman mabit. Seperjuangan dalam dakwah. Musuh debat !
Sampai juga aku di gedung farma. Selayang pandang kulihat di madding. Terlihat agenda rangkaian Dies Natalis. Dari lomba debat b.inggris, orasi ilmiah, riset praktis, farmako islam, seminar internasional. Sangat jauh perubahannya dibanding masaku.
Kakiku melangkah masuk kampus. Padahal masih jam 7.45. ternyata semua mahasiswa sudah rapi ada di tempat duduk. Ada yang lagi baca qur’an. Baca slide kuliah. Membahas text-book. Ada juga yang lagi ketawa-ketawa di belakang. Ya biasa lah mahasiswa. Tiba-tiba seseorang menghampiriku. Dibenakku ini pasti koti bloknya.
“Assalamu’alaikum dok”
“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh”
“maaf dok. Infocus sudah disiapkan. Dokter bawa flash-disk atau laptop sendiri”
“ saya pake laptop sendiri aja ya”
Aku berjalan santai ke depan. Mengambil tempat duduk,sekaligus melihat seluruh penjuru kampus. Terlihat mahasiswa-mahasiswa yang antusias dan penuh gairah dalam belajar. Kucari slide yang ingin kutampilkan. Materi pertama, anemia dan macam-macamnya. Sambil menyiapkan kuliah,ternyata ada mahasiswa yang bertanya.
“ dokter Zayed ?dosen baru ya dok”
“ iya. Saya baru saja selesai kuliah dan kembali ke Banjarbaru.”
“dokter lulusan sini ? S2, spesialis penyakit dalam dan S3 di mana?”
“betul de saya lulusan sini. S2 dan spesialis saya di FK-UI. Nah S3 baru diizinkan di luar. Tepatnya di Oxford university”
“oh iya. Dokter koor asdos anatomi 09 dan sekjend KSI Asy-syifa kan?”
“ iya de. Kamu banyak tahu ya…”
“saya tahu dari bapa saya dok. Teman dakwah dokter saat kuliah juga. dr.Grifan Rabilah,Sp.OT, FICS.”
“wah, kamu anaknya dokter grifan. Titip salam buat beliau. Selamat berjuang di BSMI pusat. Apalagi posisi sekarang sebagai ketua umum. insyaALLAH diberkahi ALLAH”
Selagi aku mencari power point di tumpukan folder kerja. Terliat konsep-konsep dakwah profesiku. Termasuk cover bukuku ke-98,yang menjadi background laptop. Eh, satu mahasiswi jibab-an nyeletuk. “pasti dulunya aktivis dakwah ”.
Tiba-tiba mahasiswa lain datang kepada saya.
“maaf dok. Minta izin untuk do’a bersama sebelum kuliah”
“iya de. Silahkan”
Di mulailah kuliah dengan do’a bersama. Terasa khusuk sekali kuliah itu. Aroma keikhlasan tercium hingga batinku. Sesekali pula, pathogenesis kuhubungkan dengan ayat-ayat al-qur’an. Sangat terasa aroma sekuler sudah sirna dari kampus ini.
“iya.itu tadi kesimpulannya. Sekian kuliah dari saya. Semua kebenaran datangnya dari ALLAH. Terima kasih atas pertanyaan-pertanyaan cerdas tadi. Saya yakin, ilmuwan-ilmuwan dan dokter hebat akan terlahir dari ruangan ini. Untuk menutup, marilah kita bersama-sama mengucapkan do’a kafaratul majlis. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”
Alhamdulillah selesai untuk kuliah pertama. Aku terkesan lagi. Selesai kuliah bukannya langsung pulang. Mahasiswa dengan rapi kembali mendiskusikan topic perkuliahan tadi. Ada juga yang terlihat membaca ulang catatannya. Semua rapi. Juga, aku tidak melihat ada rambut dari perempuan. Terjaga semua. Mahasiswa laki-laki menundukan pandangannya saat berbicara dengan mahasiswi. Sudah selangkah menuju kampus madani.
Seorang ikhwan mendekatiku perlahan. Dari jaket yang di pakainya, bertuliskan FULDFK-berukhuwah menjawab tantangan-. Aku yakin dia kader KSI Asy-Syifa.
“Afwan dok. Dua minggu lagi ada seminar nasional. Temanya; makanan dalam islam,tidak sebatas Halal-Haram. Dokter kan sedang proses sub-spesialis gastroenterology. Bisa jadi pemateri kan dok?
“insyaALLAh ya akh. Ana jadwalkan. Tapi kalau ada apa-apa nanti ana confirm antum. Soalnya ana nunggu jadwal presentasi ke Argentina. Penelitian ana ada yang minta ditunjukan di sana”
“syukrn dok. Jazakumullah”
“afwan jiddan ya”
*bersambung… tunggu kejutan berikutnya. Dengan tokoh-tokoh baru !
Didedikasi untuk kedua orang tua dan adik-adikku yang selalu menjadi teman,sahabat,guru,inspirator. Motivator bahkan dokter dalam setiap langkah. Zayed bangga dengan kalian. Dan zayed berjanji, akan membuat kalian bangga. insyaALLAH
Untuk semua kaka-kaka, teman-teman dan adik-adikku. Terima kasih atas inspirasi ini. Kalian yang membuatku menangis dalam senyuman. Tetap bersemangat dalam kekalahan. Menjadi remuk agar yang lain bersatu. Terluka agar yang lain selamat. Menangis agar yang lain bisa bahagia. Menjadi panggung agar yang lain bisa berdiri. Tapi tetap dalam koridor syar’i. indah ternyata sebuah pengorbanan itu.
Special buat adik-adikku yang dah nerima hasil ujian blok. Inhal memang menyakitkan. Tapi ALLah tau kok itu. Karena itu, hanya orang-orang yang kuat yang inhal. Memang menyedihkan. Tapi pasti ada hikmah dibalik itu. Kita Saling mendoakan agar lebih baik ke depannya. Ga ada manusia sempurna.
Akh sugi and ustadz yahya… dikira nelpon mau sharing walimahan.hehe. Eh,ternyata laporan kuliah di Yaman. Bikin iri ka. Tunggu laporan ane, “minta do’a disertasi”. Oh iya, akh manfaluti yg ge di al-azhar cairo . Semangat !!! masalah kecil kemarin ane yakin bisa antum lupakan. Hati-hati sama akhwat.hehehe
*note u/ mengobati semua kepiluan dua minggu ini.terinspirasi dari banyak orang,semoga menginspirasi lebih banyak lagi.
Yang fakir dan penuh kekurangan,Zayed Norwanto.
Rabu, 22 Desember 2010
Bedah Mahasiswa…
Instruksi awal; lavarotomi. Diinseksi ketika diberitakan ahmadinejad sedang menyiapkan pasukan menghadapi USA yang nakal, padahal program nukllir Iran dalam kategori damai. Ketika Ahmadinejad tetap semangat berjuang saat Zionis sudah tak betah hanya mengintai dan bermaksud untuk memisahkan antara ruh dan jasadnya. Saat skandal keong racun yang ingin disebut keong mas. Banjarmasin yang menjadi selimut tidurnya malam ini. Zayed yang terkejut ternyata hari ini dia ulangtahun (gara-gara ditelphone bunda tercinta pagi-pagi dan ledakan notif di fb, termasuk hp yang tiada hentinya berbunyi dari tengah malam *nagih traktiran), karena kepalanya sedang dibuat penuh oleh proyek-proyek dan energinya terkuras untuk meng-aspal jalan ke syurga. Note ini mengawali detik-detik awal ke-19-tahunannya. Sebuah ocehan ringan, special untuk Zayed. Biar dia sadar, dia cuma mahasiswa manja…
Katanya mahasiswa…
Kita bicara tentang seluk-beluk maha, menyusuri jalan-jalan tikus substansi dasar,dari A sampai Z. Namun, disini bukan sistematika laporan ilmiah yang di awali dengan definisi,lalu pengertian dan kadang diakhiri contoh-contoh kemudian ditutup dengan senyum manis oleh yang namanya kesimpulan. Tidak teman. Mari kita pertemukan antara idealitas dan realitas agar terlihat siapa yang lebih mencolok. Supaya mereka bisa bicara satu sama lain tentang suatu kata, maha.
Sudah terkenal dari ujung timur sampai ujung barat, bahwa apa yang disebut maha mempunyai sifat kata yang diikutinya menjadi lebih tinggi bahkan paling tinggi maknanya. Maharaja, rajanya para raja. Mahadewa, dewanya para dewa. Begitu pula yang disandang oleh para mahasiswa. Sebuah maha yang mempunyai nilai tersendiri dalam social-kultural suatu masyarakat. Tentunya menjadi siswa di atas siswa-siswa biasa, penuntut ilmu di atas penuntut-penuntut ilmu yang lain.
Karena ke-maha-annya, mereka yang disebut mahasiswa dikenal sebagai orang-orang yang mampu untuk berpikir lebih matang dan mampu membaca setiap peluang kemajuan yang kadang tertutupi oleh kabut setiap peristiwa. Mereka yang sebenarnya menjadi barisan terdepan para intelektual, semakin lengkap ke-maha-annya ketika daya kritis dan rasional yang melekat ditambahkan dengan luar biasanya semangat dan usia muda mereka. Suatu campuran sifat yang luar biasa. Campuran yang mampu menghasilkan reaksi ledakan perubahan dan kemajuan yang luar biasa. Apalagi dikatalisis oleh keomanan yang mengakar pada jiwa yang subur.
Ketika melihat ke belakang dan menengok kembali sejarah yang sudah berdebu. Tak ada yang bisa menyangkal. Di balik semua perubahan yang fenomenal, pasti ada para promotor. Tentu yang menjadi promotor adalah mereka yang mempunyai kemampuan memahami keadaan secara holistic, memikirkannya dan dengan objektif menilai apakah sudah di jalan yang benar atau di jalan yang berselimut kebaikan semu. Mereka ini lah para pemuda yang menyandang predikat mahasiswa. Dengan segala pengetahuan, kekritisan, kreatifitas, inovasi dan keberanian mampu mendobrakan kebiasaan yang sudah mengakar, tentu kebiasaan yang perlu dirubah agar menjadi kebiasaan yang sejalur dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Satu konsep yang ada dipikiran saya saat ini, tidak semua kewajaran dan kebenaran yang dipahami oleh masyarakat umum itu benar dan baik.
Tak jarang, istilah agent of change sangat identik dengan mahasiswa. Dengan segala fakta yang sudah diperlihatkan dengan malu-malu oleh sejarah, mahasiswa lah yang menjadi titik awal perubahan itu. Yang paling fenomenal adalah ketika aksi massal yang dilakukan dalam proses reformasi 1998. Sudah terbukti oleh rentetan waktu, dengan segala kelabilan emosi dan dengan rasional yang kritis, di tambah dengan keberanian yang menyala-nyala, terjadi lah aksi dan lagi-lagi mahasiswa sebagai aktornya.
Rasionalitas yang sudah teruji karena jenjang penuntutan ilmu dan penajaman rasional yang sudah didapat selama menuntut ilmu, dari masih mengenakan seragam sampai berteriak-teriak di jalan ketika membenturkan antara teoritis dan fakta. Rasionalitas yang sudah cukup untuk diperhitungkan sebagai landasan berpikir dalam membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Rasionalitas yang di emban mahasiswa ini tentu bukan tingkatan rasionalitas biasa karena rasionalitas ini juga dibalut dengan idealisme dan keberanian dalam meneriakkannya, walau kebobrokan yang di depan matanya itu setiap saat bisa menghilangkan jiwanya dan melukai perjuangannya.
Itu lah mahasiswa. Diberi gelar agent of change, diakui memiliki rasionalitas matang, idealisme dan keberanian dalam meneriakkannya. Katanya.
Ya, katanya.
Miris memang ketika melihat faktanya langsung, ketika melihat langsung sikap sebenarnya ke-maha-an dari mahasiswa ini. Iya sih, memang ada juga yang benar-benar menunjukan sikap ke-maha-annya sebagai mahasiswa. Tapi sayangnya, kebanyakan bahkan hampir semuanya malah paradox. Begitu lah faktanya. Bener.
Kalau dulu memang pantas untuk di beri gelar sebagai agent of change, sekarang oknum tersebut malah ketawa-ketawa dengan istilah agent of change tersebut. Alah, mahasiswa ya mahasiswa. Biarin aja kayak gini, mau dirubah jadi kayak gimana kebobrokan yang ada. Wong yang tua nya aja kayak gitu, kita ini cukup mengamini statement istilah yang muda yang dipandang sebelah mata. Agent of change ? alah, nikmati aja hidup sebagai mahasiswa. Perubahan biarin orang yang lebih tua memikirkan. Kita mending pikirin gimana kuliah yang bener, IPK tinggi dan dapat kerja, gampang kan.
Biarkan maha itu tetap melekat dimahasiswa. Wong ada aja tuh beberapa mahasiswa yang tetap eksis dalam kekritisan dan keberaniannya. Entar kan semua mahasiswa ketiban eksisnya sebagai agent of change. Faktanya, kan kita mending merefreshkan otak ini sambil dugem-dugem di diskotik. Ngapain bicara revolusi, ngapain bicara perubahan selama keadaan sekarang kita ok-ok aja tuh.
Alah rasionalitas. Biarin diktat-diktat dari dosen yang mengasah logika ini. Biarin soal-soal test yang menguji seberapa tajam analisis dan daya kritis kita. Ngapain ngurusin fakta yang sudah bobrok, bobrok ya biarin aja entar juga baikan. Bobrok itu kan dilakukan oknum-oknum yang sudah berumur. Biarin aja mereka bobrok, mereka juga yang masuk neraka. Gitu kan faktanya, yang penting kita ok-ok aja
Gimana mau ngebela yang benar. Kita aja masih kesulitan menganalisis soal pre-test dan ujian final. Masih terlalu banyak disiplin ilmu kita yang masih perlu kita dalami. Yah, bagaimana mau teriak-teriak membela yang benar, kasusnya aja kita gak tahu. Kan waktu sebagian besar kita gunakan untuk belajar persiapan test atau pendekatan sama doi karena yang tua di rumah katanya sudah pengen gendong cucu. Biarin, faktanya kan sudah jelas kalau kita ini memang bukan agent of change. Kita yang sudah mewarnai jalan-jalan dengan adegan bermesraan agar dunia tahu bahwa cinta akan mendamaikan semua kondisi. Ngapain perubahan, wong ketika kita boncengan adem-adem aja tuh jalan.
Kita memang gak bisa berpaling dari fakta. Udahm ngapain ngebahas masalah revolusi, ngapain bicara perubahan dan buat apa ngebahas transformasi. Kita gak ada waktu ngurus yang kayak gituan, mumpung jadi mahasiswa mending manfaatkan jatah bulanan untuk nonton di bioskop sambil membelai tangan si doi. Mumpung jatah bulanan tingginya kayak gaji pegawai negeri, mubazir klo gak di habiskan,eh, entar bulan depan jatah dikurangin gara-gara di tangan masih tersisa. Katanya mahasiswa agent of change, gak betul itu karena kitanya malah senang banget klo nongkrong di diskotik sambil berharap uang bulanan ini cepat habis. Dari pada teriak-teriak di jalanan, udah panas-panasan, tenggorokan kering, bisa kena faringitis, dan ngebuat hitam kulit aja lagi.
Biarin aja mereka yang mau perubahan dan revolusi ada di jalan itu.
Kita kan mahasiswa mending di sini, mumpung punya waktu untuk menghabiskan gaji bulanan dari ortu.
Katanya mahasiswa…
Kita bicara tentang seluk-beluk maha, menyusuri jalan-jalan tikus substansi dasar,dari A sampai Z. Namun, disini bukan sistematika laporan ilmiah yang di awali dengan definisi,lalu pengertian dan kadang diakhiri contoh-contoh kemudian ditutup dengan senyum manis oleh yang namanya kesimpulan. Tidak teman. Mari kita pertemukan antara idealitas dan realitas agar terlihat siapa yang lebih mencolok. Supaya mereka bisa bicara satu sama lain tentang suatu kata, maha.
Sudah terkenal dari ujung timur sampai ujung barat, bahwa apa yang disebut maha mempunyai sifat kata yang diikutinya menjadi lebih tinggi bahkan paling tinggi maknanya. Maharaja, rajanya para raja. Mahadewa, dewanya para dewa. Begitu pula yang disandang oleh para mahasiswa. Sebuah maha yang mempunyai nilai tersendiri dalam social-kultural suatu masyarakat. Tentunya menjadi siswa di atas siswa-siswa biasa, penuntut ilmu di atas penuntut-penuntut ilmu yang lain.
Karena ke-maha-annya, mereka yang disebut mahasiswa dikenal sebagai orang-orang yang mampu untuk berpikir lebih matang dan mampu membaca setiap peluang kemajuan yang kadang tertutupi oleh kabut setiap peristiwa. Mereka yang sebenarnya menjadi barisan terdepan para intelektual, semakin lengkap ke-maha-annya ketika daya kritis dan rasional yang melekat ditambahkan dengan luar biasanya semangat dan usia muda mereka. Suatu campuran sifat yang luar biasa. Campuran yang mampu menghasilkan reaksi ledakan perubahan dan kemajuan yang luar biasa. Apalagi dikatalisis oleh keomanan yang mengakar pada jiwa yang subur.
Ketika melihat ke belakang dan menengok kembali sejarah yang sudah berdebu. Tak ada yang bisa menyangkal. Di balik semua perubahan yang fenomenal, pasti ada para promotor. Tentu yang menjadi promotor adalah mereka yang mempunyai kemampuan memahami keadaan secara holistic, memikirkannya dan dengan objektif menilai apakah sudah di jalan yang benar atau di jalan yang berselimut kebaikan semu. Mereka ini lah para pemuda yang menyandang predikat mahasiswa. Dengan segala pengetahuan, kekritisan, kreatifitas, inovasi dan keberanian mampu mendobrakan kebiasaan yang sudah mengakar, tentu kebiasaan yang perlu dirubah agar menjadi kebiasaan yang sejalur dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Satu konsep yang ada dipikiran saya saat ini, tidak semua kewajaran dan kebenaran yang dipahami oleh masyarakat umum itu benar dan baik.
Tak jarang, istilah agent of change sangat identik dengan mahasiswa. Dengan segala fakta yang sudah diperlihatkan dengan malu-malu oleh sejarah, mahasiswa lah yang menjadi titik awal perubahan itu. Yang paling fenomenal adalah ketika aksi massal yang dilakukan dalam proses reformasi 1998. Sudah terbukti oleh rentetan waktu, dengan segala kelabilan emosi dan dengan rasional yang kritis, di tambah dengan keberanian yang menyala-nyala, terjadi lah aksi dan lagi-lagi mahasiswa sebagai aktornya.
Rasionalitas yang sudah teruji karena jenjang penuntutan ilmu dan penajaman rasional yang sudah didapat selama menuntut ilmu, dari masih mengenakan seragam sampai berteriak-teriak di jalan ketika membenturkan antara teoritis dan fakta. Rasionalitas yang sudah cukup untuk diperhitungkan sebagai landasan berpikir dalam membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Rasionalitas yang di emban mahasiswa ini tentu bukan tingkatan rasionalitas biasa karena rasionalitas ini juga dibalut dengan idealisme dan keberanian dalam meneriakkannya, walau kebobrokan yang di depan matanya itu setiap saat bisa menghilangkan jiwanya dan melukai perjuangannya.
Itu lah mahasiswa. Diberi gelar agent of change, diakui memiliki rasionalitas matang, idealisme dan keberanian dalam meneriakkannya. Katanya.
Ya, katanya.
Miris memang ketika melihat faktanya langsung, ketika melihat langsung sikap sebenarnya ke-maha-an dari mahasiswa ini. Iya sih, memang ada juga yang benar-benar menunjukan sikap ke-maha-annya sebagai mahasiswa. Tapi sayangnya, kebanyakan bahkan hampir semuanya malah paradox. Begitu lah faktanya. Bener.
Kalau dulu memang pantas untuk di beri gelar sebagai agent of change, sekarang oknum tersebut malah ketawa-ketawa dengan istilah agent of change tersebut. Alah, mahasiswa ya mahasiswa. Biarin aja kayak gini, mau dirubah jadi kayak gimana kebobrokan yang ada. Wong yang tua nya aja kayak gitu, kita ini cukup mengamini statement istilah yang muda yang dipandang sebelah mata. Agent of change ? alah, nikmati aja hidup sebagai mahasiswa. Perubahan biarin orang yang lebih tua memikirkan. Kita mending pikirin gimana kuliah yang bener, IPK tinggi dan dapat kerja, gampang kan.
Biarkan maha itu tetap melekat dimahasiswa. Wong ada aja tuh beberapa mahasiswa yang tetap eksis dalam kekritisan dan keberaniannya. Entar kan semua mahasiswa ketiban eksisnya sebagai agent of change. Faktanya, kan kita mending merefreshkan otak ini sambil dugem-dugem di diskotik. Ngapain bicara revolusi, ngapain bicara perubahan selama keadaan sekarang kita ok-ok aja tuh.
Alah rasionalitas. Biarin diktat-diktat dari dosen yang mengasah logika ini. Biarin soal-soal test yang menguji seberapa tajam analisis dan daya kritis kita. Ngapain ngurusin fakta yang sudah bobrok, bobrok ya biarin aja entar juga baikan. Bobrok itu kan dilakukan oknum-oknum yang sudah berumur. Biarin aja mereka bobrok, mereka juga yang masuk neraka. Gitu kan faktanya, yang penting kita ok-ok aja
Gimana mau ngebela yang benar. Kita aja masih kesulitan menganalisis soal pre-test dan ujian final. Masih terlalu banyak disiplin ilmu kita yang masih perlu kita dalami. Yah, bagaimana mau teriak-teriak membela yang benar, kasusnya aja kita gak tahu. Kan waktu sebagian besar kita gunakan untuk belajar persiapan test atau pendekatan sama doi karena yang tua di rumah katanya sudah pengen gendong cucu. Biarin, faktanya kan sudah jelas kalau kita ini memang bukan agent of change. Kita yang sudah mewarnai jalan-jalan dengan adegan bermesraan agar dunia tahu bahwa cinta akan mendamaikan semua kondisi. Ngapain perubahan, wong ketika kita boncengan adem-adem aja tuh jalan.
Kita memang gak bisa berpaling dari fakta. Udahm ngapain ngebahas masalah revolusi, ngapain bicara perubahan dan buat apa ngebahas transformasi. Kita gak ada waktu ngurus yang kayak gituan, mumpung jadi mahasiswa mending manfaatkan jatah bulanan untuk nonton di bioskop sambil membelai tangan si doi. Mumpung jatah bulanan tingginya kayak gaji pegawai negeri, mubazir klo gak di habiskan,eh, entar bulan depan jatah dikurangin gara-gara di tangan masih tersisa. Katanya mahasiswa agent of change, gak betul itu karena kitanya malah senang banget klo nongkrong di diskotik sambil berharap uang bulanan ini cepat habis. Dari pada teriak-teriak di jalanan, udah panas-panasan, tenggorokan kering, bisa kena faringitis, dan ngebuat hitam kulit aja lagi.
Biarin aja mereka yang mau perubahan dan revolusi ada di jalan itu.
Kita kan mahasiswa mending di sini, mumpung punya waktu untuk menghabiskan gaji bulanan dari ortu.
Sehelai Diary yang kuFACEBOOKkan
Hentakan jarum jam yang terus berjalan kedepan tanpa mau menungguku yang masih bingung akan kemana putaran ini. Terus berjalan seperti argo yang terus bertambah tatkala taksi berjalan, lagi-lagi walau arah tersebut belum jelas.
Hmmmmmmm…..
Kurebahkan kepala ini menikmati alunan Thufail yang terus membahana, merangsang otak kanan yang katanya Guyton dan pencetus ‘multiple integence’ untuk musical tapi liriknya terus menggrogoti logika. Benar-benar music fantastic, otak kanan-kiri terhantam olehnya. Sorry, aku gak pernah sudi music-musik jalanan mengganggu stabilitas otak dan memoriku. Walau pun ada yang bilang,wajar, untuk anak remaja suka lagu cinta-cinta, gombal-gombal, ungu-pink sampe lagu-lagu biru yang membuat orang mendengar makin ngeres.
wajar, namanya juga remaja.
Wajar, namanya juga mahsiswa
Wajar, kita juga butuh hiburan
Tulisan ini aku buat untuk sedikit berbagi kegundahan hatiku setiap kali membuka mata dan menghirup udara ini. Bukan untuk mengkritisi kewajaran yang sudah menjadi alibi perbuatan itu boleh dan baik dilakukan. Bukan pula untuk tidak setuju dengan pendapat umum yang sudah memasyarakat karena aku yakiin mereka juga mikir sebelum bertindak.
Berawal dari selasa kemarin, saat notebook,harddisk,uang,marketing-plan,baju, pokoknya satu tas ilang di sebuah mesjid di Banjarmasin. Mungkin aku yang kurang wasapada saat shalat berjamaah itu. Jujur, semua itu cukup membuatku sedih dan mencoklatkan hatiku. Oke notebook hilang gak apa, datanya itu lho. Belum lagi buku terbaru yang sudah mencapai enam bab,dikit lagi selesai. Klo boleh ku taksir, total kerugianku adalah satu milyar !!!
Bayangkan, tas sudah kututupi jaket. Di belakang ada shaff shalat ibu-ibu tanpa tirai. Di barisan paling belakang ada polisi yang sedang shalat. Di teras mesjid, ada cewek yang lagi duduk-duduk, mungkin lagi dapet. Pokoknya dibenakku lokasi 100% aman. Dengan santainya aku menyetir kaki untuk shalat berjama’ah. Tapi tetap, dengan segala kejeniusan dan perhitungan yang mantap. Tas ilang seketika tanpa satu orang pun yang tahu. Luar biasa cerdas, kataku mengagumi si pencuri. Salahnya, sebelum mencuri dia gak minta izin dulu dengan aku. Klo minta izin mungkin ku kasih dengan syarat, datanya tolong copykan atau tolong selesaikan bukunya.
“wajar, di sini memang sudah sering hilang” kata si kaum dengan serius padaku. Sambil menceritakan pengalamannya dalam membekuk dan mengamati modus pencuri-pencuri yang pernah praktek di sini.di pikiranku, kayaknya memang betul ucapan bapak ini karena secara geografis mesjid tersebut dekat dengan terminal pal 6. Lalu ku bilang pada bapak itu “wajar ya pak, soalnya dekat terminal juga”. Bapaknya berkomentar panjang membenarkan statementku.
Berlagak seperti conan, langsung aku meneliti sekitar mesjid. Dari tong sampah ku acak-acak, WC yang kumasuki satu-persatu, atap mesjid yang ku tengok, kamar bawah tangga yang kulihat sampai lapor polisi setempat kulakukan. Namun tetap “anda belum beruntung”.huft…
Bapak kaum berkata”wajar, kemiskinan itu dekat dengan maksiat”. Betul jawabku, fakir dan kafir memang dalam satu suku kata. Semoga yang ngambil itu gak sengaja ngambilnya,emanng bisa. Hebat nian ujian atau peringatan bagiku kali ini. Namun, di balik kesusahan pasti ada kemudahan.
*aduh yed, gituan aja ilang sedih banget. Mush’ab bin umair rela meninggalkan kemewahan dan borjuismenya untuk islam. Abdurrahman bin ‘auf rela mendonasikan triliyunan rupiah untuk islam. Alah, segitu aja sedih. Buku ???? tulis lagi donk. Namun gak ada kata wajar masalah benda yang ilang, di mesjid lagi. Gak wajar.gak wajar. Mau dekat terminal atau engga, itu gak wajar.
Berganti hari. Aku dapat info tidur ideal itu delapan jam. Hal itu wajar supaya tubuh tetap fit dan aktivitas maksimal. Semakin wajar lagi apabila kita beraktivitas banyak di siang harinya. Opini itu didukung dengan jrnal-jurnal ilmiah dan lain-lain katanya.
Tidur delapan jam baik untuk mengasah kecerdasan. Itu wajar saja karena otak perlu istirahat setelah beraksi seharian. Tidur delapan jam sangat baik, itu wajar karena bias memberikan waktu yang cukup agar otot-otot bisa merefresh kembali kekuatannya.
Apalagi saat liburan ini. Sudah saatnya melepas kepenatan dalam belajar dan bekerja. Jangan bebani diri dengan kegiatan yang memerlukan energy banyak untuk berpikir. Wajar, klo kita tidur lebih banyak agar kedepannya lebih baik
*alah, jurnal dari hongkong merekomendasikan tidur delapan jam. Dihitung-hitung delapan jam itu sepertiga hari. Aduh yed, mubazir banget waktu kamu klo delapan jam untuk tidur. Gak ada bukti ilmiahnya delapan jam itu ideal. Gak ada hubungannya delapan jam dengan kecerdasan. Maksimalkan hidupmu. Minimasi waktu tidur. Tingkatkan produktivitas. Mau libur atau engga, menuntut ilmu itu tetap wajib. Tidur delapan jam itu gak wajar. Liburan bukan berarti gak ada kegiatan, klo nganggur pas liburan itu namanya gak wajar. Aduh yed, mikir donk.
Hari ini dapat banyak info lagi, info yang masuk lewat mata dan kadanga menyelinap ke telingan dengan indahnya. Sms gratis !!! sms 0,1 rupiah !!! buruan kirim 10 sms. Ayo cepat. Saatnya ngesms banyak orang, mumpung gratis. Saatnya sms-an, mumpung gratis. Ayo, sms-sn itu yang cerdas. Tunggu apa lagi, penjet tombol hpmu sedalam-dalamnya. Wajar lah, manfaatkan moment ini. Ayo mumpung gratis tis tis tis.
Temanku bilang, tunggu apalagi yed. Sms deh sepuasmu,ini namanya memanfaatkan momentum.
Belum lagi, facebook-an gratis tis tis tis.
Dah add orang sebanyak-banyaknya. Eksiskan statusmu. Lemparkan jarring seluas-luasnya. Biarkan semua orang tahu klo kamu juga punya facebook. Kamu bisa komen sana, komen sini dank omen situ. Sambil tiarap, sambil berbaring, sambil jongkok, sambil makan dan ada juga lho yang katanya sambil ### di toilet masih facebook-an. Ini namanya cerdas memanfaatkan waktu dan jenius dalam melihat kesempatan. Kesempatan tak dating dua kali lho.
*buka mata yed. Gratisan sih boleh dimanfaatkan. Udah tidur delapan jam, sms-an dan facebook-an pula. Wajar, mumpung gratis tis tis. Hahaha, zayed zayed. Itu namanya gak wajar, hayoo berapa jam waktumu dah terbuang Cuma untuk itu. Waktu itu lebih berharga daripada gratisan. Cerdas donk, manajemen waktu sama manajemen gratisan itu penting. Jangan asal embat gratisan aja. Mau tiket gratis masuk neraka ??? gratis lho?? Buruan???.hahaha. udah tidur banyak, eh bangun kerjaannya gak produktif.itu gak wajar. Itu gak wajar. Buktikan ucapanmu tiap shalat donk. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku lillah.
Wajar donk namanya aja remaja
Wajar donk namanya aja liburan
Wajar donk namanya aja manusia
Wajar donk aku kan sibuk
Kalau gini terus
Wajar donk klo Indonesia kayak gini
Wajar donk klo zayed nanti masuk neraka
Wajar donk klo Cuma jadi dokter doank
Wajar donk islam gini terus
Ayo bung, buang kata-kata wajar itu…
Irrasional menjadikan kewajaran sebagai justifikasi tindakan.
Hmmmmmmm…..
Kurebahkan kepala ini menikmati alunan Thufail yang terus membahana, merangsang otak kanan yang katanya Guyton dan pencetus ‘multiple integence’ untuk musical tapi liriknya terus menggrogoti logika. Benar-benar music fantastic, otak kanan-kiri terhantam olehnya. Sorry, aku gak pernah sudi music-musik jalanan mengganggu stabilitas otak dan memoriku. Walau pun ada yang bilang,wajar, untuk anak remaja suka lagu cinta-cinta, gombal-gombal, ungu-pink sampe lagu-lagu biru yang membuat orang mendengar makin ngeres.
wajar, namanya juga remaja.
Wajar, namanya juga mahsiswa
Wajar, kita juga butuh hiburan
Tulisan ini aku buat untuk sedikit berbagi kegundahan hatiku setiap kali membuka mata dan menghirup udara ini. Bukan untuk mengkritisi kewajaran yang sudah menjadi alibi perbuatan itu boleh dan baik dilakukan. Bukan pula untuk tidak setuju dengan pendapat umum yang sudah memasyarakat karena aku yakiin mereka juga mikir sebelum bertindak.
Berawal dari selasa kemarin, saat notebook,harddisk,uang,marketing-plan,baju, pokoknya satu tas ilang di sebuah mesjid di Banjarmasin. Mungkin aku yang kurang wasapada saat shalat berjamaah itu. Jujur, semua itu cukup membuatku sedih dan mencoklatkan hatiku. Oke notebook hilang gak apa, datanya itu lho. Belum lagi buku terbaru yang sudah mencapai enam bab,dikit lagi selesai. Klo boleh ku taksir, total kerugianku adalah satu milyar !!!
Bayangkan, tas sudah kututupi jaket. Di belakang ada shaff shalat ibu-ibu tanpa tirai. Di barisan paling belakang ada polisi yang sedang shalat. Di teras mesjid, ada cewek yang lagi duduk-duduk, mungkin lagi dapet. Pokoknya dibenakku lokasi 100% aman. Dengan santainya aku menyetir kaki untuk shalat berjama’ah. Tapi tetap, dengan segala kejeniusan dan perhitungan yang mantap. Tas ilang seketika tanpa satu orang pun yang tahu. Luar biasa cerdas, kataku mengagumi si pencuri. Salahnya, sebelum mencuri dia gak minta izin dulu dengan aku. Klo minta izin mungkin ku kasih dengan syarat, datanya tolong copykan atau tolong selesaikan bukunya.
“wajar, di sini memang sudah sering hilang” kata si kaum dengan serius padaku. Sambil menceritakan pengalamannya dalam membekuk dan mengamati modus pencuri-pencuri yang pernah praktek di sini.di pikiranku, kayaknya memang betul ucapan bapak ini karena secara geografis mesjid tersebut dekat dengan terminal pal 6. Lalu ku bilang pada bapak itu “wajar ya pak, soalnya dekat terminal juga”. Bapaknya berkomentar panjang membenarkan statementku.
Berlagak seperti conan, langsung aku meneliti sekitar mesjid. Dari tong sampah ku acak-acak, WC yang kumasuki satu-persatu, atap mesjid yang ku tengok, kamar bawah tangga yang kulihat sampai lapor polisi setempat kulakukan. Namun tetap “anda belum beruntung”.huft…
Bapak kaum berkata”wajar, kemiskinan itu dekat dengan maksiat”. Betul jawabku, fakir dan kafir memang dalam satu suku kata. Semoga yang ngambil itu gak sengaja ngambilnya,emanng bisa. Hebat nian ujian atau peringatan bagiku kali ini. Namun, di balik kesusahan pasti ada kemudahan.
*aduh yed, gituan aja ilang sedih banget. Mush’ab bin umair rela meninggalkan kemewahan dan borjuismenya untuk islam. Abdurrahman bin ‘auf rela mendonasikan triliyunan rupiah untuk islam. Alah, segitu aja sedih. Buku ???? tulis lagi donk. Namun gak ada kata wajar masalah benda yang ilang, di mesjid lagi. Gak wajar.gak wajar. Mau dekat terminal atau engga, itu gak wajar.
Berganti hari. Aku dapat info tidur ideal itu delapan jam. Hal itu wajar supaya tubuh tetap fit dan aktivitas maksimal. Semakin wajar lagi apabila kita beraktivitas banyak di siang harinya. Opini itu didukung dengan jrnal-jurnal ilmiah dan lain-lain katanya.
Tidur delapan jam baik untuk mengasah kecerdasan. Itu wajar saja karena otak perlu istirahat setelah beraksi seharian. Tidur delapan jam sangat baik, itu wajar karena bias memberikan waktu yang cukup agar otot-otot bisa merefresh kembali kekuatannya.
Apalagi saat liburan ini. Sudah saatnya melepas kepenatan dalam belajar dan bekerja. Jangan bebani diri dengan kegiatan yang memerlukan energy banyak untuk berpikir. Wajar, klo kita tidur lebih banyak agar kedepannya lebih baik
*alah, jurnal dari hongkong merekomendasikan tidur delapan jam. Dihitung-hitung delapan jam itu sepertiga hari. Aduh yed, mubazir banget waktu kamu klo delapan jam untuk tidur. Gak ada bukti ilmiahnya delapan jam itu ideal. Gak ada hubungannya delapan jam dengan kecerdasan. Maksimalkan hidupmu. Minimasi waktu tidur. Tingkatkan produktivitas. Mau libur atau engga, menuntut ilmu itu tetap wajib. Tidur delapan jam itu gak wajar. Liburan bukan berarti gak ada kegiatan, klo nganggur pas liburan itu namanya gak wajar. Aduh yed, mikir donk.
Hari ini dapat banyak info lagi, info yang masuk lewat mata dan kadanga menyelinap ke telingan dengan indahnya. Sms gratis !!! sms 0,1 rupiah !!! buruan kirim 10 sms. Ayo cepat. Saatnya ngesms banyak orang, mumpung gratis. Saatnya sms-an, mumpung gratis. Ayo, sms-sn itu yang cerdas. Tunggu apa lagi, penjet tombol hpmu sedalam-dalamnya. Wajar lah, manfaatkan moment ini. Ayo mumpung gratis tis tis tis.
Temanku bilang, tunggu apalagi yed. Sms deh sepuasmu,ini namanya memanfaatkan momentum.
Belum lagi, facebook-an gratis tis tis tis.
Dah add orang sebanyak-banyaknya. Eksiskan statusmu. Lemparkan jarring seluas-luasnya. Biarkan semua orang tahu klo kamu juga punya facebook. Kamu bisa komen sana, komen sini dank omen situ. Sambil tiarap, sambil berbaring, sambil jongkok, sambil makan dan ada juga lho yang katanya sambil ### di toilet masih facebook-an. Ini namanya cerdas memanfaatkan waktu dan jenius dalam melihat kesempatan. Kesempatan tak dating dua kali lho.
*buka mata yed. Gratisan sih boleh dimanfaatkan. Udah tidur delapan jam, sms-an dan facebook-an pula. Wajar, mumpung gratis tis tis. Hahaha, zayed zayed. Itu namanya gak wajar, hayoo berapa jam waktumu dah terbuang Cuma untuk itu. Waktu itu lebih berharga daripada gratisan. Cerdas donk, manajemen waktu sama manajemen gratisan itu penting. Jangan asal embat gratisan aja. Mau tiket gratis masuk neraka ??? gratis lho?? Buruan???.hahaha. udah tidur banyak, eh bangun kerjaannya gak produktif.itu gak wajar. Itu gak wajar. Buktikan ucapanmu tiap shalat donk. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku lillah.
Wajar donk namanya aja remaja
Wajar donk namanya aja liburan
Wajar donk namanya aja manusia
Wajar donk aku kan sibuk
Kalau gini terus
Wajar donk klo Indonesia kayak gini
Wajar donk klo zayed nanti masuk neraka
Wajar donk klo Cuma jadi dokter doank
Wajar donk islam gini terus
Ayo bung, buang kata-kata wajar itu…
Irrasional menjadikan kewajaran sebagai justifikasi tindakan.
Pohon Keimanan Gue
Kemarin gue sudah membaca tentang filsafat platonic dan aristoteles, yang ternyata masih meragukan kekuatan logisnya. Jika kambing makan ramput maka mendung, dan jika mendung maka hujan. Jadi, jika kambing makan rumput maka hujan. Ngasal ? tapi itu lah segelintir pemikiran yang sempat mendominasi cara berpikir gue. Dilihat, buat premi, buat sambungan dan dapat kesimpulan. Gak peduli apakah ada factor X yang lain. Termasuk, jika pada saat ini loe kehilangan uang lima ribu dan pada saat yang sama dompet gue nambah lima ribu. Maka, kesimpulan logisnya gue yang nyolong lima ribu punya loe. Ngasal ? itu lah cara berpikir sedehana dan kuno.
Hari ini, gue ngebaca lagi filsafat besar oriental. Aliran confusion dan tao. Ya, mirip jabariyah dan qadariyah. Kalau konfusionisme mikir semua perlu usaha dan kita perlu mengendalikan kekuatan alam. Maka taoisme dengan lantang mengatakan biarkan alam mengatur. Karena hanya alam yang tahu batasan keseimbangan, mereka yang sering bilang dengan Yin dan Yang.
Dan saat ini gue tersadar, menyingkirkan sejenak aristotelisme, platonisme, konfusionisme, taoisme, serta sepaket marxisme-leninisme dan kapitalisme. Menyingkirkannya dari otak gue dan sementara biarkan mereka tetap ada di rak buku. Termasuk, sementara meletakkan dengan rapi buku-buku kedokteran yang tingginya sudah mencapai jendela kamar.
Detik ini, gue mulai sadar dengan kekutan argumentasi nabi Ibrahim as. Kalau gue dengan mudah menyanggah pendapat orang, itu (mungkin) referensi yang pernah gue baca sebelumnya. Gue gak habis pikir, bagaimana dengan kisah nabi Ibrahim as mencari kebenaran dengan melakukan penelitian tanpa referensi. Gak ada daftar pustaka dan tidak ada sitasi. Membiarkan logika mengalir dan membiarkan alasan dibantah oleh alasan sendiri. Menyimpulkan dengan jawaban, lalu menyalahkannya dengan jawaban lain.
Pertama melihat bintang, lalu mengagungkan bulan. Kemudian memuliakan matahari. Selanjutnya menyadari, pasti ada yang menciptakan itu semua. Dzat yang mahaAgung dan MahaBesar. Jawaban akhir yang tak akan pernah ada lagi jawaban yang menandinginya.
Kesalahan gue sejak dulu,terlalu alergi membahas keimanan lewat jalur logika (aqliyah). Menyandarkan dengan dalil-dalil naqli, terus memupuk kepercayaan dengan menghafalnya. Membangkitkan keimanan dengan memaknai serta menghayati dalil naqli tersebut. Memang bisa dijadikan hujah (alasan) gue untuk terus mempertahankan keislaman ini.
Suatu saat gue terhentak. Memandang nanar masa-masa lalu yang diliputi rasa aman dan tenang. Kalau memang itu gak bisa disebut zona nyaman. Zona nyaman keimanan gue. Bertemu dengan orang islam di mana-mana, bersahat dengan ikhwah yang saling menjaga dan punya keluarga yang memberi arahan. Hentakan itu bermula dengan bertemunya pemikiran gue dengan pemikiran athies yang merasa orang rasional. Walau fisik kami gak bisa bertemu, masih terhalang oleh batasan jarak.
“why are you moslem ?”
Pertanyaan yang bikin gue tertawa saat dulu. Namun bikin merinding saat ini.
Pengen jawab dengan dalil al-qur’al nul karim. Dia saja gak percaya islam, ya otomatis dia menganggap al-qur,an sebagai referensi pembenaran. Pengen bicara hadits, sama nabi besar muhammah saw saja dia mungkin melecehkan. Ingin menyampaikan pendapat sahabat, mungkin dia berkata “emang mereka siapa?”.
Gak ada pilihan lain. Logika mesti dijawab dengan logika. Alur berpikir mesti dipatahkan dengan alur yang lebih jelas. Gak ada win-win solution untuk masalah keimanan. Iya atau tidak. Benar atau salah. Mungkin ini yang menjadikan gue selalu menganggap, bijaksana itu bukan berarti netral. Bijaksana berarti bisa memilih.
Gue mulai menjelaskan dari paling besar, dari super kluster yang terdiri atas berbagai macam kluster (menurut Hubble). Kluster sendiri terdiri atas berjuta galaksi. Dalam sebuah galaksi itu (diambil satu untuk sampel), terdiri satu set tata-surya yang tersusun oleh berbagai macam planet. Planet tersebut, ambil contoh bumi. Ternyata tersusun atas benua-benua, yang di dalamnya tersusun atas jajaran pulau-pulau. Dalam sebuah pulau terdapat beberapa kota. Yang mana, dalam kota tersebut atas beberapa ratus kecamatan. Dalam sebuah kecamatan ada beberapa puluh RT. Dalam RT ada bebrapa ratus rumah. Eh, dalam rumah ternyata ada beberapa orang yang mengikat diri dalam satu keluarga. Keluarga tersusun atas orang. Iya, orang. Satu organism. Cukup ?
Tidak. Organism berjalan karena adanya system organ. Yang juga tersusun atas organ-organ yang sinergis. Organ tadi ada karena adanya jaringan yang punya histianatomi serta fisiologis yang mendekati sama. Terus, jaringan tersusun atas sel-sel. Dalam sel ada berjuta organel. Ada mitokondria, ribosom, reticulum endoplasma, nucleus dan lain-lain. Eh, ternyata dalam nucleus ada pula nukleulus. Di dalamnya, ada kromosom yang bila diurai terdiri atas rantai heliks ganda (DNA). Belum lagi, DNA tersusun atas pentose,fospat serta basa-basa pirimidin dan purin. Masing-masing, pirimidin tersusun atas sitosin dan timin. Purin, tersusun atas adenine dan guanine. Masing-masing basa tadi masih sebagai senyawa. Senyawa tersusun atas kation dan anion. Setiap unsur, baik anion maupun kation pasti tersusun atas atom yang homogeny. Atom pun (berdasarkan teori quantum), masih tersusun atas nucleon dan electron. Nucleon tersusun atas positron dan neutron. Yang kecil-kecil tadi masih terdiri atas noun, quark dan lain-lain. Masih banyak hal kecil lain yang belum ditemukan.
Hubungannya? Gue bikin athies tadi keselek dulu dengan fakta di atas. Lalu dengan tenang bilang, semua kemajemukan dari yang terbesar sampai terkecil tadi ternyata berjalan dengan teratur. Gak ada pernah tabrakan antar planet dan saling serang antar electron. Pasti ada Dzat MahaKuasa yang mengatur itu semua. Allah azza wajalla.
“klo Tuhan (baca;Allah swt) itu ada, kok kejahatan atau kemaksiatan masih ada ? ada Tuhan berarti semua berjalan lancar kan”
Giliran gue yang mesti keselek dengan pertanyaan kritisnya. Alhamdulillah Allah memudahkan.
Gue bilang, apa dingin itu ada ? yang menurutnya mungkin pertanyaan bodoh. “ada” katanya, faktanya sudah jelas.
Kenyataannya,dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika,yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua pasrtikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.
Lalu, apa gelap itu ada? Mungkin dia ketawa dengan pertanyaan gue yang satu ini.
Ternyata gelap itu tidak ada. Kita menggunakan kata gelap untuk menjelaskaan keadaan yang tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk menjadikan cahaya terbagi menjadi beberapa warna me-ji-ku-hi-bi-ni-u dan mempelajari gelombananya. Tapi kita tidak bisa mengukur gelap.
Hubunganya ?
Apakah benar kejahatan itu ada. (mungkin dia tertawa lagi coz di televise ada perampokan bank, pembunuhan, pencurian dan lain-lain). Ternyata kejahatan itu tidak ada. Kata kejahatan digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan dimana di hati-hati manusia itu masih tidak ada kepercayaan akan adanya ALLAH swt yang selalu mengawasi. Ketiadaan iman yang menjadikan kejahatan itu muncul.
Masih panjang lagi sebenarnya diskusi hangat itu, kalau tidak bisa disebut debat yang panas.
Kembali coy. Hal yang sebenarnya pengen gue sampaikan adalah, ternyata mengokohkan keimanan kita dengan jalan mengasah rasio dan menggunakan dalil-dalil aqliyah kadang mempunyai nilai yang multidimensi. Menjadikan pohon keimanan kita berakar tunggang, serta terus menusuk dalam ke tanah.
Iman yang terasah dengan proses berpikir, tentunya akan berbuah lebat dan manis. Terus mengasah tanpa kenal lelah. Itu lah tanda muslim sejati. Karena kita yakin siapa tahu ini adalah detik terakhir kita. Ga ada pilihan lain kan ? ya, lakukan yang terbaik.
Keimanan kita yang menangkal rasa keluh-kesah. Rasa yang terlahir karena tumpukan tugas mikrobiologi, segunung textbook yang mesti dihafal dan dipahami, slide dosen yg ribuan jumlahnya, histology yang hafalan melulu, asdos anatomi yang terlalu perfectionist (*etika.hehehe), biokim de el el. Eits, keimanan yang menjawab itu semua.
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal” (TQS Ali ‘Imran (3),190)
“(dan) di antara tanda-tanda kekuasaanNYA adalah diciptakanNYA langit dan bumi serta berlain-lainnya bahasa dan warna kulitmu (TQS Ar-Rum (30);22)
“Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? (TQS Al-Ghasyiyah (88)17-20)
Hari ini, gue ngebaca lagi filsafat besar oriental. Aliran confusion dan tao. Ya, mirip jabariyah dan qadariyah. Kalau konfusionisme mikir semua perlu usaha dan kita perlu mengendalikan kekuatan alam. Maka taoisme dengan lantang mengatakan biarkan alam mengatur. Karena hanya alam yang tahu batasan keseimbangan, mereka yang sering bilang dengan Yin dan Yang.
Dan saat ini gue tersadar, menyingkirkan sejenak aristotelisme, platonisme, konfusionisme, taoisme, serta sepaket marxisme-leninisme dan kapitalisme. Menyingkirkannya dari otak gue dan sementara biarkan mereka tetap ada di rak buku. Termasuk, sementara meletakkan dengan rapi buku-buku kedokteran yang tingginya sudah mencapai jendela kamar.
Detik ini, gue mulai sadar dengan kekutan argumentasi nabi Ibrahim as. Kalau gue dengan mudah menyanggah pendapat orang, itu (mungkin) referensi yang pernah gue baca sebelumnya. Gue gak habis pikir, bagaimana dengan kisah nabi Ibrahim as mencari kebenaran dengan melakukan penelitian tanpa referensi. Gak ada daftar pustaka dan tidak ada sitasi. Membiarkan logika mengalir dan membiarkan alasan dibantah oleh alasan sendiri. Menyimpulkan dengan jawaban, lalu menyalahkannya dengan jawaban lain.
Pertama melihat bintang, lalu mengagungkan bulan. Kemudian memuliakan matahari. Selanjutnya menyadari, pasti ada yang menciptakan itu semua. Dzat yang mahaAgung dan MahaBesar. Jawaban akhir yang tak akan pernah ada lagi jawaban yang menandinginya.
Kesalahan gue sejak dulu,terlalu alergi membahas keimanan lewat jalur logika (aqliyah). Menyandarkan dengan dalil-dalil naqli, terus memupuk kepercayaan dengan menghafalnya. Membangkitkan keimanan dengan memaknai serta menghayati dalil naqli tersebut. Memang bisa dijadikan hujah (alasan) gue untuk terus mempertahankan keislaman ini.
Suatu saat gue terhentak. Memandang nanar masa-masa lalu yang diliputi rasa aman dan tenang. Kalau memang itu gak bisa disebut zona nyaman. Zona nyaman keimanan gue. Bertemu dengan orang islam di mana-mana, bersahat dengan ikhwah yang saling menjaga dan punya keluarga yang memberi arahan. Hentakan itu bermula dengan bertemunya pemikiran gue dengan pemikiran athies yang merasa orang rasional. Walau fisik kami gak bisa bertemu, masih terhalang oleh batasan jarak.
“why are you moslem ?”
Pertanyaan yang bikin gue tertawa saat dulu. Namun bikin merinding saat ini.
Pengen jawab dengan dalil al-qur’al nul karim. Dia saja gak percaya islam, ya otomatis dia menganggap al-qur,an sebagai referensi pembenaran. Pengen bicara hadits, sama nabi besar muhammah saw saja dia mungkin melecehkan. Ingin menyampaikan pendapat sahabat, mungkin dia berkata “emang mereka siapa?”.
Gak ada pilihan lain. Logika mesti dijawab dengan logika. Alur berpikir mesti dipatahkan dengan alur yang lebih jelas. Gak ada win-win solution untuk masalah keimanan. Iya atau tidak. Benar atau salah. Mungkin ini yang menjadikan gue selalu menganggap, bijaksana itu bukan berarti netral. Bijaksana berarti bisa memilih.
Gue mulai menjelaskan dari paling besar, dari super kluster yang terdiri atas berbagai macam kluster (menurut Hubble). Kluster sendiri terdiri atas berjuta galaksi. Dalam sebuah galaksi itu (diambil satu untuk sampel), terdiri satu set tata-surya yang tersusun oleh berbagai macam planet. Planet tersebut, ambil contoh bumi. Ternyata tersusun atas benua-benua, yang di dalamnya tersusun atas jajaran pulau-pulau. Dalam sebuah pulau terdapat beberapa kota. Yang mana, dalam kota tersebut atas beberapa ratus kecamatan. Dalam sebuah kecamatan ada beberapa puluh RT. Dalam RT ada bebrapa ratus rumah. Eh, dalam rumah ternyata ada beberapa orang yang mengikat diri dalam satu keluarga. Keluarga tersusun atas orang. Iya, orang. Satu organism. Cukup ?
Tidak. Organism berjalan karena adanya system organ. Yang juga tersusun atas organ-organ yang sinergis. Organ tadi ada karena adanya jaringan yang punya histianatomi serta fisiologis yang mendekati sama. Terus, jaringan tersusun atas sel-sel. Dalam sel ada berjuta organel. Ada mitokondria, ribosom, reticulum endoplasma, nucleus dan lain-lain. Eh, ternyata dalam nucleus ada pula nukleulus. Di dalamnya, ada kromosom yang bila diurai terdiri atas rantai heliks ganda (DNA). Belum lagi, DNA tersusun atas pentose,fospat serta basa-basa pirimidin dan purin. Masing-masing, pirimidin tersusun atas sitosin dan timin. Purin, tersusun atas adenine dan guanine. Masing-masing basa tadi masih sebagai senyawa. Senyawa tersusun atas kation dan anion. Setiap unsur, baik anion maupun kation pasti tersusun atas atom yang homogeny. Atom pun (berdasarkan teori quantum), masih tersusun atas nucleon dan electron. Nucleon tersusun atas positron dan neutron. Yang kecil-kecil tadi masih terdiri atas noun, quark dan lain-lain. Masih banyak hal kecil lain yang belum ditemukan.
Hubungannya? Gue bikin athies tadi keselek dulu dengan fakta di atas. Lalu dengan tenang bilang, semua kemajemukan dari yang terbesar sampai terkecil tadi ternyata berjalan dengan teratur. Gak ada pernah tabrakan antar planet dan saling serang antar electron. Pasti ada Dzat MahaKuasa yang mengatur itu semua. Allah azza wajalla.
“klo Tuhan (baca;Allah swt) itu ada, kok kejahatan atau kemaksiatan masih ada ? ada Tuhan berarti semua berjalan lancar kan”
Giliran gue yang mesti keselek dengan pertanyaan kritisnya. Alhamdulillah Allah memudahkan.
Gue bilang, apa dingin itu ada ? yang menurutnya mungkin pertanyaan bodoh. “ada” katanya, faktanya sudah jelas.
Kenyataannya,dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika,yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua pasrtikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.
Lalu, apa gelap itu ada? Mungkin dia ketawa dengan pertanyaan gue yang satu ini.
Ternyata gelap itu tidak ada. Kita menggunakan kata gelap untuk menjelaskaan keadaan yang tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk menjadikan cahaya terbagi menjadi beberapa warna me-ji-ku-hi-bi-ni-u dan mempelajari gelombananya. Tapi kita tidak bisa mengukur gelap.
Hubunganya ?
Apakah benar kejahatan itu ada. (mungkin dia tertawa lagi coz di televise ada perampokan bank, pembunuhan, pencurian dan lain-lain). Ternyata kejahatan itu tidak ada. Kata kejahatan digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan dimana di hati-hati manusia itu masih tidak ada kepercayaan akan adanya ALLAH swt yang selalu mengawasi. Ketiadaan iman yang menjadikan kejahatan itu muncul.
Masih panjang lagi sebenarnya diskusi hangat itu, kalau tidak bisa disebut debat yang panas.
Kembali coy. Hal yang sebenarnya pengen gue sampaikan adalah, ternyata mengokohkan keimanan kita dengan jalan mengasah rasio dan menggunakan dalil-dalil aqliyah kadang mempunyai nilai yang multidimensi. Menjadikan pohon keimanan kita berakar tunggang, serta terus menusuk dalam ke tanah.
Iman yang terasah dengan proses berpikir, tentunya akan berbuah lebat dan manis. Terus mengasah tanpa kenal lelah. Itu lah tanda muslim sejati. Karena kita yakin siapa tahu ini adalah detik terakhir kita. Ga ada pilihan lain kan ? ya, lakukan yang terbaik.
Keimanan kita yang menangkal rasa keluh-kesah. Rasa yang terlahir karena tumpukan tugas mikrobiologi, segunung textbook yang mesti dihafal dan dipahami, slide dosen yg ribuan jumlahnya, histology yang hafalan melulu, asdos anatomi yang terlalu perfectionist (*etika.hehehe), biokim de el el. Eits, keimanan yang menjawab itu semua.
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal” (TQS Ali ‘Imran (3),190)
“(dan) di antara tanda-tanda kekuasaanNYA adalah diciptakanNYA langit dan bumi serta berlain-lainnya bahasa dan warna kulitmu (TQS Ar-Rum (30);22)
“Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? (TQS Al-Ghasyiyah (88)17-20)
Welcome 2 Campus
Perubahan adalah suatu hal yang lumrah dalam hidup ini kawan. Perubahan itu lah yang membuat hidup ini berwarna dan bermakna. Klo ga berubah ya dunia kayak itu-itu aja. Ya malam kayak gitu-gitu aja, bahkan klo gak ada perubahan ya bumi kayak gitu-gitu aja. Mau satu zaman sama dinosaurus ? Termasuk loe sekarang, klo gak berubah dari siswa ke mahasiswa ya bakalan kayak gitu-gitu aja. Dulu waktu SMA tiap senin mesti apel pagi, tiap jumat mesti senam plus mesti pake seragam lagi kalo mau belajar. Bentar lagi bakalan berubah, gak ada lagi tuh namanya seragam, gak harus lagi tiap senin upacara bendera dan gak mesti lagi duduk manis tangan dilipat. Sekarang loe dah berada di dunia kampus, dunia yang penuh kemandirian dan syarat akan kekritisan ilmiah.
Selamat !!!
Sekarang loe jadi mahasiswa kawan. Loe dah menyandang predikat maha, yang sangat identik dengan kematangan dan kekritisan dalam berpikir. Sudah saatnya meninggalkan sikap manja, malas dan kekanak-kanakan di bangku sekolah. Loe sekarang sudah berada di atmosfer kemandirian. Mesti sekokoh batu karang dalam menyelesaikan ombak-ombak kehidupan yang kadang besar dan kadang pula kecil. Sudah waktunya nyiapin makan sendiri lah, nyuci baju sendiri lah dan mesti bayar ledeng-listrik sendiri.
Dunia mahasiswa merupakan dunia persimpangan coz di sini loe mesti memilih sendiri mau jadi apa. Jadi mahasiswa berprestasi, itu pilihan loe dan gak ada yang bisa maksa. Jadi mahasiswa sibuk pacaran itu juga pilihan loe, yang tentunya pilihan ini adalah pilihan yang kurang bijak coz ingat-ingat amanah dari ortu buat belajar bukannya enak-enakan pacaran ( itu pun klo pacaran enak coz setahu gue pacaran itu malah bikin pusing.hehe). tapi tetap, itu semua pilihan loe dan loe sendiri yang bakalan menerima akibat dari pilihan tersebut. Dunia mahasiswa itu dunia kemandirian, so pilih sendiri jalan hidup loe.
Sebelum loe berubah 100% jadi mahasiswa. Siapkan perubahan itu dengan sebaik-baiknya. Jangan berubah setengah-setengah, mesti yakin dengan setiap pilihan yang loe ambil. Ingat, sekarang loe ada di fakultas dan jurusan mana itu merupakan pilihan bulat dari loe dan loe mesti yakin dengan seyakin-yakinnya ini adalah pilihan yang terbaik saat ini. Setelah loe yakin, ada beberapa hal yang menurut gue ( ce ile, subjektif banget) mesti disiapin agar kuliah loe lancar dan peran loe sebagai manusia benar-benar berasa. Yakni:
- Siapin mental
Biasanya nich, mahasiswa baru itu homesick nya minta ampun. So dikit-dikit nelpon ortu lah, dikit-dikit pulkam lah de el el. Tapi terserah aja sih, klo emang punya biaya unlimitid silakan pulkam sabanhari.hehehe. namun jujur, sebaiknya loe mesti mengatasi rasa tersebut. Caranya gampang, loe mesti nyiapin mental loe untuk hidup sendiri dan beraktivitas lah. Mental itu loe siapin dengan rajin-rajin meyakinkan diri loe klo loe itu siap untuk hidup sendiri. Bilang aja “ aku bisa, aku bisa,aku bisa...” insyaALLAH dimudahkan-NYA. Bisa juga dengan beraktivitas agar homesick loe teralihkan fokusnya. Aktivitasnya bisa dengan jalan-jalan di lingkungan kos/kontrakan. Jalan-jalan tadi selain bermanfaat untuk memfokuskan pikiran loe, itu juga bermanfaat agar loe paham koordinat kos/kontrakan dan akhirnya loe bisa memilih mana jalan yang paling cepat nyampe kampus. Sekalian juga bisa silaturrahim dengan tetangga-tetangga. Satu pelajaran lagi, sesibuk apa pun loe sebagai mahasiswa namun loe juga mesti memperhatikan loe juga sebagai bagian dari masyarakat lingkungan tersebut. Jangan lupa check-in sama RT setempat.hehehe
- Nyari info
Di zaman kayak gini, informasi itu suangat penting. Bahkan zaman sekarang disebut sebagai zaman informasi. Informasi itu bisa dijadikan peta loe dalam menapaki jalur kehidupan di kampus. Informasi itu yang menunjukan arahmu. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang fakultas dan spesifik jurusan loe. Dari info-info karakter dosen semester awal, di mana perpus, ruangan-ruangan kuliah, harga-harga di kantin klo perlu.hehe, mading yang biasa up-date, lokasi toilet biar enak pas emergency, lokasi parkir gratis, hotspot 24 jam dan lain-lain. Pokoknya gali terus informasi.
- Kosan strategis
Nah, nyari kos-kosan ato kontrakan jangan asal-asalan kawan. Tempat loe berada menentukan nasib dan prestasi loe. Jangan sampe deh loe ngekos di sarang maksiat, kayak lingkungan penjudi, pergaulan bebas dll. Itu semua bisa mengganggu konsentrasimu dalam belajar, minimal lingkungan kayak gitu nyebabkan loe bisa kena cipratan dosa. Usahakan ngekos dekat dengan sama kaka tingkat satu jurusan biar bisa silaturrahim plus minjam bukunya.hehehe. klo perlu, deketin kos-kos kaka tingkat yang berprestasi ya minmal bisa terjangkit prestasinya. Yang penting lagi, semaksimal mungkin nyari kos-kosan yang dekat mesjid/mushalla. Itu penting banget untuk menjaga loe dari hal-hal yang mengarah pada maksiat. Coz maksiat itu nyebabkan malas, malas itu yang ngejadikan kita ogah-ogahan belajar, klo ogah-ogahan belajar ya kita susah nyerap ilmunya, malu dunk klo pulkam nanti.
- Supel ya
Jadi mahasiswa mesti supel, itu kuncinya biar dapat makan gratis. Eits salah, maksud gue biar punya banyak kawan. Jangan malu-malu untuk mengulurkan tangan pertama kali saat bertemu. Kenalin diri loe terlebih dahulu. Semakin banyak kawan, nantinya loe bakalan merasakan manfaatnya. It’s the power of silaturrahim. Siapa pun dia, anak siapa pun dia, loe mesti santai za ngenalin diri. Tak kenal maka tak sayang. Namun, jangan jabatan tangan ma beda jenis ya. Dosa bro.
- Cerdas berburu buku
Bagi mahasiswa buku itu aset, buku itu adalah dosen yang tanpa kenal waktu dan tempat terus ngajar. Buku ini perannya sangat penting dalam menunjang perkuliahan loe. Tapi tetap, gak semua buku mesti dibeli dan kadang ada beberapa buku sifatnya yang wajib. So loe mesti menggali info sedalam-dalamnya sama kaka tingkat tentang buku apa saja yang wajib dimiliki dan buku apa saja yang sifatnya sunnah dimiliki. Termasuk dalam hal pencarian buku, loe juga mesti nyari info buku-buku apa saja yang mungkin minjam di perpustakaan dan minjam ma kaka tingkat. Cerdas-cerdas loe aja.
- Selektif berorganisasi
Dunia mahasiswa sangat identik dengan yang namanya organisasi. Bahkan mahasiswa yang gak tau organisasi udah di cap sebagai mahasiswa kupu-kupu. Mahasiswa meyakini dengan berorganisasi maka softskill nya akan semakin terasah, kayak kemampuan manajerial, public speaking dll deh. Dengan organisasi pula mahasiswa itu semakin didewasakan cara berpikirnya. Jujur, memang sangat berbeda pola pikir dan kedewasaan antara mahasiswa yang aktif di organisasi dengan yang engga. Namun jangan asal aktif, lalu semua organisasi dimasukin. Loe bisa jadi gado-gado. Gak fokus pada salah satu dan akhirnya terlalu sibuk lalu ujung-ujungnya kuliah terbengkalain. So loe mesti fokus, pilih organisasi yang menyalurkan potensimu. Organisasi yang sistemnya matang, AD/ART jelas, visi-misi mantap dan tentunya pilih organisasi yang juga bisa mengantarmu ke syurga-NYA. So, jadi lah mahasiswa yang luar biasa. Jangan terjebak pada segitiga K. Apa kah itu segitiga K ? yakni kampus-kantin-kos. Gak keren banget klo sampai terjebak dalam segitiga tersebut.
Selamat !
Maksimalkan momentum loe saat jadi mahasiswa ini. Persiapkan semuanya dengan matang. Gagal merencanakan berarti merencanakan untuk gagal dan bersimbah keringat saat latihan lebih baik daripada bersimbah darah saat perang.
Hidup mahasiswa !
Sekarang loe mahasiswa, so mesti mandiri. Semua pilihan ada di tangan loe. Terserah loe mau milih apa coz loe juga yang merasakan. Hidup adalah pilihan.
Selamat !!!
Sekarang loe jadi mahasiswa kawan. Loe dah menyandang predikat maha, yang sangat identik dengan kematangan dan kekritisan dalam berpikir. Sudah saatnya meninggalkan sikap manja, malas dan kekanak-kanakan di bangku sekolah. Loe sekarang sudah berada di atmosfer kemandirian. Mesti sekokoh batu karang dalam menyelesaikan ombak-ombak kehidupan yang kadang besar dan kadang pula kecil. Sudah waktunya nyiapin makan sendiri lah, nyuci baju sendiri lah dan mesti bayar ledeng-listrik sendiri.
Dunia mahasiswa merupakan dunia persimpangan coz di sini loe mesti memilih sendiri mau jadi apa. Jadi mahasiswa berprestasi, itu pilihan loe dan gak ada yang bisa maksa. Jadi mahasiswa sibuk pacaran itu juga pilihan loe, yang tentunya pilihan ini adalah pilihan yang kurang bijak coz ingat-ingat amanah dari ortu buat belajar bukannya enak-enakan pacaran ( itu pun klo pacaran enak coz setahu gue pacaran itu malah bikin pusing.hehe). tapi tetap, itu semua pilihan loe dan loe sendiri yang bakalan menerima akibat dari pilihan tersebut. Dunia mahasiswa itu dunia kemandirian, so pilih sendiri jalan hidup loe.
Sebelum loe berubah 100% jadi mahasiswa. Siapkan perubahan itu dengan sebaik-baiknya. Jangan berubah setengah-setengah, mesti yakin dengan setiap pilihan yang loe ambil. Ingat, sekarang loe ada di fakultas dan jurusan mana itu merupakan pilihan bulat dari loe dan loe mesti yakin dengan seyakin-yakinnya ini adalah pilihan yang terbaik saat ini. Setelah loe yakin, ada beberapa hal yang menurut gue ( ce ile, subjektif banget) mesti disiapin agar kuliah loe lancar dan peran loe sebagai manusia benar-benar berasa. Yakni:
- Siapin mental
Biasanya nich, mahasiswa baru itu homesick nya minta ampun. So dikit-dikit nelpon ortu lah, dikit-dikit pulkam lah de el el. Tapi terserah aja sih, klo emang punya biaya unlimitid silakan pulkam sabanhari.hehehe. namun jujur, sebaiknya loe mesti mengatasi rasa tersebut. Caranya gampang, loe mesti nyiapin mental loe untuk hidup sendiri dan beraktivitas lah. Mental itu loe siapin dengan rajin-rajin meyakinkan diri loe klo loe itu siap untuk hidup sendiri. Bilang aja “ aku bisa, aku bisa,aku bisa...” insyaALLAH dimudahkan-NYA. Bisa juga dengan beraktivitas agar homesick loe teralihkan fokusnya. Aktivitasnya bisa dengan jalan-jalan di lingkungan kos/kontrakan. Jalan-jalan tadi selain bermanfaat untuk memfokuskan pikiran loe, itu juga bermanfaat agar loe paham koordinat kos/kontrakan dan akhirnya loe bisa memilih mana jalan yang paling cepat nyampe kampus. Sekalian juga bisa silaturrahim dengan tetangga-tetangga. Satu pelajaran lagi, sesibuk apa pun loe sebagai mahasiswa namun loe juga mesti memperhatikan loe juga sebagai bagian dari masyarakat lingkungan tersebut. Jangan lupa check-in sama RT setempat.hehehe
- Nyari info
Di zaman kayak gini, informasi itu suangat penting. Bahkan zaman sekarang disebut sebagai zaman informasi. Informasi itu bisa dijadikan peta loe dalam menapaki jalur kehidupan di kampus. Informasi itu yang menunjukan arahmu. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang fakultas dan spesifik jurusan loe. Dari info-info karakter dosen semester awal, di mana perpus, ruangan-ruangan kuliah, harga-harga di kantin klo perlu.hehe, mading yang biasa up-date, lokasi toilet biar enak pas emergency, lokasi parkir gratis, hotspot 24 jam dan lain-lain. Pokoknya gali terus informasi.
- Kosan strategis
Nah, nyari kos-kosan ato kontrakan jangan asal-asalan kawan. Tempat loe berada menentukan nasib dan prestasi loe. Jangan sampe deh loe ngekos di sarang maksiat, kayak lingkungan penjudi, pergaulan bebas dll. Itu semua bisa mengganggu konsentrasimu dalam belajar, minimal lingkungan kayak gitu nyebabkan loe bisa kena cipratan dosa. Usahakan ngekos dekat dengan sama kaka tingkat satu jurusan biar bisa silaturrahim plus minjam bukunya.hehehe. klo perlu, deketin kos-kos kaka tingkat yang berprestasi ya minmal bisa terjangkit prestasinya. Yang penting lagi, semaksimal mungkin nyari kos-kosan yang dekat mesjid/mushalla. Itu penting banget untuk menjaga loe dari hal-hal yang mengarah pada maksiat. Coz maksiat itu nyebabkan malas, malas itu yang ngejadikan kita ogah-ogahan belajar, klo ogah-ogahan belajar ya kita susah nyerap ilmunya, malu dunk klo pulkam nanti.
- Supel ya
Jadi mahasiswa mesti supel, itu kuncinya biar dapat makan gratis. Eits salah, maksud gue biar punya banyak kawan. Jangan malu-malu untuk mengulurkan tangan pertama kali saat bertemu. Kenalin diri loe terlebih dahulu. Semakin banyak kawan, nantinya loe bakalan merasakan manfaatnya. It’s the power of silaturrahim. Siapa pun dia, anak siapa pun dia, loe mesti santai za ngenalin diri. Tak kenal maka tak sayang. Namun, jangan jabatan tangan ma beda jenis ya. Dosa bro.
- Cerdas berburu buku
Bagi mahasiswa buku itu aset, buku itu adalah dosen yang tanpa kenal waktu dan tempat terus ngajar. Buku ini perannya sangat penting dalam menunjang perkuliahan loe. Tapi tetap, gak semua buku mesti dibeli dan kadang ada beberapa buku sifatnya yang wajib. So loe mesti menggali info sedalam-dalamnya sama kaka tingkat tentang buku apa saja yang wajib dimiliki dan buku apa saja yang sifatnya sunnah dimiliki. Termasuk dalam hal pencarian buku, loe juga mesti nyari info buku-buku apa saja yang mungkin minjam di perpustakaan dan minjam ma kaka tingkat. Cerdas-cerdas loe aja.
- Selektif berorganisasi
Dunia mahasiswa sangat identik dengan yang namanya organisasi. Bahkan mahasiswa yang gak tau organisasi udah di cap sebagai mahasiswa kupu-kupu. Mahasiswa meyakini dengan berorganisasi maka softskill nya akan semakin terasah, kayak kemampuan manajerial, public speaking dll deh. Dengan organisasi pula mahasiswa itu semakin didewasakan cara berpikirnya. Jujur, memang sangat berbeda pola pikir dan kedewasaan antara mahasiswa yang aktif di organisasi dengan yang engga. Namun jangan asal aktif, lalu semua organisasi dimasukin. Loe bisa jadi gado-gado. Gak fokus pada salah satu dan akhirnya terlalu sibuk lalu ujung-ujungnya kuliah terbengkalain. So loe mesti fokus, pilih organisasi yang menyalurkan potensimu. Organisasi yang sistemnya matang, AD/ART jelas, visi-misi mantap dan tentunya pilih organisasi yang juga bisa mengantarmu ke syurga-NYA. So, jadi lah mahasiswa yang luar biasa. Jangan terjebak pada segitiga K. Apa kah itu segitiga K ? yakni kampus-kantin-kos. Gak keren banget klo sampai terjebak dalam segitiga tersebut.
Selamat !
Maksimalkan momentum loe saat jadi mahasiswa ini. Persiapkan semuanya dengan matang. Gagal merencanakan berarti merencanakan untuk gagal dan bersimbah keringat saat latihan lebih baik daripada bersimbah darah saat perang.
Hidup mahasiswa !
Sekarang loe mahasiswa, so mesti mandiri. Semua pilihan ada di tangan loe. Terserah loe mau milih apa coz loe juga yang merasakan. Hidup adalah pilihan.
Kisah Sukus dan Tukus
Syahdu, menikmati irama-irama sendu yang menemani perjalanan menuju amuntai. Memahat perasaan hingga melembutkan batin. Melukis di beningnya hati. Menari-nari bersama indahnya nalar yang mulai bermesraan di gelombang pemikiran. Dawai-dawai asmara yang saya rasa, semakin menambah romantis perjalanaan itu. Terbayang, jelita dan menarik.
Saat itu, menjadi titik puncak kerinduan yang telah lama saya penjarakan dalam diri. Hijab yang ditarik, kembali membuka hati ini padanya. Subhanallah.
Cinta saya padanya. Ah, tak bisa dikata-katakan lagi.
***
Jujur, ekonomi kembali merayuku. Saat pikiran mulai ku refresh di perjalanan to amuntai. Eh, tiba-tiba rasa kangen itu muncul. Ingin rasanya lagi membelai The Mystery of Capital-nya Hernando de Soto. Bermesraan dengan Wealth of Nation-nya Adam Smith. Rich Dad and Poor Dad-nya Robert. T. Kiyosaki, memeluk FSQ ( Financial Spiritual Qoutien) dan buku-buku filsafat lain yang telah membuatku dimabuk asmara.
Wahyu, teman SMA-ku “ yed, bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu itu!”. Terima ksih teman, walau kata-kata itu bukan orisinil darimu. Namun cukup menguatkan langkahku disaat malas. Terima kasih Pa Amat, yang telah menjadi teman diskusi saat SMA. Ketika kita sama-sama membahas ekonomi dari kapitalis, matrealis sampe islamis mulai titik teori sampai penyimpangan-penyimpanan yang saat itu tak bisa kupahami semua.hehe. tapi selamat ! anak-anak binaan bapak bisa jadi juara 1,2 dan 3 dalam olimpiade ekonomi tingkat provinsi. Luar biasa ! sampe gak bagi-bagi sama SMA lain. Heheh
Aku ingin suatu saat nanti, anak-anak IPS bukan jadi anak tiri dibanding jurusan IPA. (walau pun aku IPA). Terima kasih Bu BP yang sudah menjerumuskanku ke IPS Cuma gara-gara menang olimpiade kimia. Jujur aku cinta ekonomi, sayang juga sama matematika, fisika, kimia dan biologi, termasuk sejarah.
Mengapa aku cinta ekonomi? Ini jawabannya. Sedikit logika yang kuambil dari buku Satanic Finance. Pake bahasa sederhana, bahkan terlalu sederhana. Leburan tulisan dari teori-teori rumit bin memusingkan, “kata orang”.
***
Syahdan di suatu samudera terdapat dua pulau yang bertetangga. Sebut saja pulau Aya dan pulau Baya. Di pulau Aya, suku Sukus hidup sejahtera. Mereka dikaruniai daratan yang subur. Mereka hidup bercocok tanam. Pertanian mereka menghasilkan aneka sayur-sayuran dan buah-buahan tropis. Ikan dan sumber daya laut sangat melimpah. Tidak hanya itu,pulau Aya terkenal dengan panoramanya yang indah. Gemericik air terjun bisa ditemui di banyak tempat. Sungai-sungainya yang jernih juga menjadi daya tarik tersendiri. Tak heran bila pulau ini menjadi tempat tujuan para pelancong dan wisatawan local maupun luar pulau.
Selain sebagai symbol peradaban, emas juga berfungsi sebagai alat transaksi. Sejak Saka, sang ketua suku, mencetak koin emas. Maka semua transaksi jual beli yang semua dilakukan dengan barter beralih dan diukur dengan emas. Berdagang pun menjadi lebih mudah dan simple.
Meskipun begitu, mereka tidak mendewa-dewankan emas sebagai satu-satunya pencapaian. Kehidupan sosiak mereka tampak lebih penting. Ini bisa dilihat dari cara mereka saling tolong-menolong. (kami didunia setan sangat membenci prilaku ini). Ketika anggota suku perlu membangun rumah baru karena rumah lama tersapu ombak, yang berarti menguras emas simpanannya, anggota-anggota suku lainnya dengan suka-rela meminjamkan emas miliknya. Hebatnya, tanpa charge atau tambahan apapun. “ Dasar manusia bodoh, sudah meminjamkan uang kok tidak mau minta kompensasi,” begitu gerutuan kami.
Kami semakin pusing karena tidak terbatas itu saja, mereka juga bergotong-royong satu sama lain dengan ikhlas. Padahal kami ingin,paling tidak, mereka lakukan itu dengan riya. Pantas lah bila kehidupan mereka meskipun sederhana tapi diliputi semangat kesetiakawanan yang tinggi. Anggota suku terbiasa bahu-membahu mengatasi persoalan bersama. Boleh dikata, mereka hidup rukun dan damai.
Sementara pulau tetangganya, pulau Baya,didiami suku Tukus. Kebanyakan penduduknya bekerja sebagai petani. Mengolah lahan di sawah atau lading dan memelihara ternak. Sebagian lagi yang memiliki keterampilan khusus, memproduksi kerajinan tangan.
Dibandingkan suku Sukus, mereka lebih sederhana. Mereka menggunakan system barter dalam transaksi keseharian. Yang menghasilkan padi menukar berasnya dengan kerajinan tangan atau sebaliknya. Boleh dibilang secara ekonomi, kesejahteraan mereka di bawah suku Sukus. Mereka memang kebanyakan hanya pekerja kasar. Mereka tidak memiliki pusat kota yang indah dan maju seperti halnya Sukus. Sesekali mereka menjual hasil bumi dan handicraft mereka ke suku Sukus. Mereka, apalagi para wanitanya, sangat senang menerima koin emas sebagai jasa dari padi atau kerajinan tangan yang mereka hasilkan. Meskipun berbeda dalam hal kesejahteraan, ada satu persamaan menonjol di antara Sukus dan Tukus. Mereka sama-sama hidup damai, rukun, dan saling tolong-menolong. Mereka sering bershilaturrahmi dan menjalankan ritual agamanya dengan tenang.
Sampai akhirnya datang tamu istimewa ke sulang buana. Sebagai ku Sukus. Berpenampilan parlente, dua orang asing turun dari kapal yang berlabuh di pulau Aya. Gago dan Sago, begitu mereka mengenalkan diri saat dijamu oleh Saka, pemimpin suku Sukus. Kedua tamu ini disambut dengan suka cita. Saka dan para pembantunya sangat terkesan dengan kisah Gago dan Sago yang mengaku sudah melang buana. Sebagai bukti, kedua orang asing itu lalu memamerkan koin emas asing yang mereka kumpulkan dari berbagai tempat perlawatan.
Satu hal lagi –dan ini yang paling menarik bagi Saka dan punggawanya- adalah kertas yang dinyatakan sebagai uang. Gago dan Sago lalu memperkenalkan bagaimana uang kertas jauh lebih efisien ketimbang emas yang sehari-hari mereka pakai. Itu lah kenapa uang kertas ini sudah dipakai di Negara-negara yang jauh lebih maju disbanding tempat mereka tinggal. Gago dan Sago yang mulai mendapat respon positif semakin bergairah menjelaskan uang kertas ini kepada sang tuan rumah. Lalu, mereka memperkenalkan mesin oencetak uang.
“Gambar anda akan terpampang dalam uang kertas ini,” Gago menunjuk uang kertas sembari menyunggingkan senyum kea rah Saka.
“Benarkah ?” sela Saka berbinar. Dalam hati Saka girang bukan kepalang. Seumur hidupnya, tidak ada orang yang memberikan penghormatan sebagaimana dua tamu istimewanya.
Kami pun membisikkan ke dada Saka, “Hai Saka, kalau uang kertas bergambar dirimu diterbitkan, pasti kamu menjadi manusia terkenal hingga daratan yang pernah disinggahi para tamumu yang luar biasa itu.”
“ Seratus persen Anda akan menjadi orang terkenal!” Sago menimpali sembari mengangkat dua jempol tangannya ke atas. Sago memang agen tulen kami. Tanpa kami bisikan sesuatu, ia sudah tahu apa yang harus diperbuat. Dan pujian itu melambungkan angannya. Ha..ha..ha… pancingan Gago dan Sago mengena. Dua agen kami ini pun semakin antusas meyakinkan suku Sukus bahwa mata uang kertas akan sangat membantu membuat perekonomian mereka efisien.
Dan untuk kepentingan itu, sebuah institusi bernama bank perlu didirikan. Bank akan menyimpan deposit koin emas mereka yang menganggur (idle). Lalu uang deposan ini –sebagai taktik, ya hanya sekedar taktik- bisa dipinjamkan kepada anggota suku lainnya yang memerlukan. Dengan demikian, kesannya semua sumber daya yang ada menjadi optimal karena dialokasikan untuk kegiatan ekonomi produktif.
Suku Sukus yang terkenal suka membantu, sangat impresif dengan ide itu. Mereka piker, lembaga ini sangat luar biasa karena bisa melanjutkan tradisi mereka untuk membantu orang lain. Jadilah ide itu diamini dan dilanjutkan dengan mendirikan bangunan yang difungsikan sebagai bank yang pertama di pulau Aya.
Upacara pembukaan perdana Bank Aya, sebut aja begitu, sangatmeriah. Orang sepulau tumplek blek jadi satu merayakan hari bersejarah itu. Sebagian besar dari mereka sudah membawa koin-koin emas yang selama ini hanya disimpan di bawah bantal. Setiap satu koin emas yang mereka simpan , merekan mendapatkan ganti uang kertas dengan haminan bila sewaktu-waktu mereka menghendaki, mereka bisa menukarkan kembali uang kertas yang saat itu mereka terima dengan koin emas yang pernah mereka simpan.
Hamper semua anggota suku Sukus menyimpan koin emas mereka di bank Aya. Sejumlah 100.000 lembar uang kertas doserahkan, yang berarti bank Aya –yang dimotori Gago dan Sago- menerima 100.000 koin emas. Tak terasa, akhirnya pemduduk negeri pulau Aya begitu menikmati uang kertas itu. Mereka merasakan dengan menggunakan uang kertas itu, transaksi yang mereka lakukan jauhlebih simple dan nyaman.
Praktis semakin jarang orang yang menggunakan koin emas dalam transaksi sehari-hari. Sampai akhirnya uang kertas menjadi mata uang dominan. Kenapa mereka begitu? Karena selain memudahkan transaksi, mereka juga dengan mudah menukarkan uang kertas mereka dengan koin emas jika mereka memerlukan. Gago dan Sago sangat menjaga kepercayaan. Setiap kali ada yang mau menukarkan, kali itu juga koin emas diberikan. Demikian seterusnya sehingga lama-lama orang tidak khawatir dengan uang kertas miiknya. Toh kalau mereka mau, mereka bisa menukarkannya sepanjang waktu.
Perkembangan initernyata menjadi berita di mana-mana. Suku Tukus yang mendiami pulau Baya, diam-diam memuji dan ingin sekali praktik yang sama juga diterapkan di pulau mereka. Bayangkan, dari semula melakukan jual-beli dengan cara barter, tiba-tiba ada system supercanggih yang bisa membantu mereka melakukan transaksi dengan sangat mudah dan efisien.
Tak sabar, mereka mengutus duta menemui Gago dan Sago. Mereka minta agar system yang mereka bawa juga bisa diterapkan di pulau Baya. Gago menyanggupi.dia meminta Sago untuk membuka cabang bank Aya di pulau Baya dan mengangkat Sago sebagai manajernya.hanya bedanya, di sini hanya sedikit pendudknya yang memiliki koin emas.
“Anda tidak perlu kecil hati” kata Sago menghibur. “tanpa koin emas pun Anda bisa mengenyam kenikmatan sebagaimana tetangga pulau Anda,” dia bermanis-manis menerangkan. Tentu saja keterangan ini disambut gembira oleh penduduk pulau Baya.
Aha ! Sago betul-betul agen kami yang cemerlang. Otak bulusnya benar-benar tidak menyimpang dari program yang sudah kami tanamkan;keserakahan.
Begitulah. Mulailah Sago membagikan uang kertas. Ada 100 kepala keluarga di pulau itu. Setiap kepala keluarga diberikan 1000 lembar uang. Jadi total uang yang tersirkulasi di pulau itu mencapai 100.000. “karena Anda tidak menyimpan koin emas seperti halnya penduduk pulau seberang, sebagai gantinya, Anda bisa menggunakan uang yang telah saya bagikan.”
Apa yang dikatakan Sago itu disambut dengan senang. Tepuk tangan riuh membahana. Mea reka bersyukur, sebentar lagi mereka tidak akan sekolot dan seprimitif tempo hari. Namun, kemeriahan itu sempat hening ketika Sago menyela, “Harap diingat. Uang yang saya bagikan tadi tidak gratis. Ini adalah pinjaman. Nanti setelah setahun dari saat ini, anda harus mengembalikan uang ini plus 100 lembar uang tambahan”
“kenapa harus ada tambahan 100? Kenapa tidak mengembalikan sejumlah yang kami pinjam?” seorang pemuka suku Tukus menyela.
“betul anda memang hanya meminjam 1000. Yang 100 itu adalah untuk membayar jasa yang kami sediakan,” Sago dengan senyum lepas menjelaskan. Penjelasan brilian ! kami turut puas mendengar sago. Meski ada yang mengganjal, penjelasan Sago cukup tepat untuk membungkam naluri kritis warga Tukus. Itu terlihat dari tak surutnya minat warga Tukus untuk mengambil tawaran Sago. Paling tidak, mereka bia merasakan mudahnya transaksi dengan uang kertas. Yang leebih penting,menikmati status sebagai warga dunia baru. Modern dan prestisius.
Setelah sekian lama, dua agen kami itu mulai memainkan kartu truf. Dari pengamatan Gago, di pulau Aya, rata-rata hanya sekitar 10 persen uang kertas yang ditukarkan ke koin emas. Sisanya, 90 persen tetap berada di kotak penyimpanan di bank Aya. Mencermati bahwa uang kertas mereka sudah merajai alat tukar, kami pun tergelak.
“hai Gago, kena tidak kau cetak uang lagi ? bukankah hanya sedikit dari mereka yang menukarkan uang kertasnya dengan koin emas ? bukankah kau bisa meraup untung luar biasa dengan cara ini? Ayolah kawan, tunjukkan otak cerdasmu, “begitu kami tak henti menggelitiki Gago.
Dan benar, Gago memang agen kamiyang jempolan. Ia lalu mencetak uang kertas lebih banyak. Tidak tanggung-tanggung hingga 900.000. dalam kalkulasinya, jumlah ini, ditambah jumlah uang kertas yang telah dibagikan sebelumnya, totalnya 1.000.000. kalau ada orang yang datang hendak menukarkan uang kertas ini, berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah hanya 10 persen saja. Nah, kalau ini yang terjadi, bukankah ia menyimpan 100.000 koin emas, yang tidak lain adalah koin yang terlah disetor oleh seluruh penduduk Sukus? Kalau hitung-hitungan pahit itu benar-benar terjadi, bukankah cadangan koin emas yang diperlukan sudah cukup ?
Fantastic ! creating money from nothing ! menciptakan uang dari kekosongan. Hanya orang-orang seperti Gago, kawan kami, yang bisa. Begitulah. Akal bulus Gago bergerak. Ia pinjamkan 900.000 uang kertas yang baru dicetaknya kepada warga Sukus yang memerlukan. Kalau di pulau Baya, Sago mengutip tambahan ekstra sebesar 10 persen dari pokok, nah Gago meningkatkan kutipan hingga 15 persen. Artinya kalu seseorang meminjam 1000 lembar uang kertas, di akhir tahun ia harus mengmbalikan 1150 uang kertas, di mana 150-nya adalah charge dari layanan yang diberikan.
Hari pun berganti. Bulan begitu cepat. Tak terasa setahun pun lewat. Apa yang terjadi dengan suku Tukus dan Sukus? Pelan tapi pasti, penduduk pulau aya merasakan harga-harga kebutuhan barang dan jasa mereka naik. Mereka tidak tahu apa penyebabnya. Banyak di antara orang yang meminjam uang dari Gago itu mengalami gagal bayar. Mereka bukan orang pemalas atau penganggur. Tapi meski telah bekerja keras, mereka msih kesulitasn melunasi utang berikut bunganya. Dan mereka memang tidak akan pernah bisa. Bahkan ketika mereka menjadikan 24 jam untuk bekerja. Lihat lah, uang yabg dipinjamkan 900.000 bila ditambah buga 15 persen, berarti senilai 135.000 atau jumlah otal mencapai 1.135.000. padahal, jumlah uang yang beredar hanya 1.000.000 (100.000 diberikan sebagai ganti 100.000 keping koin emas, ditambah uang baru 900.000 yang dicetak Gago).
Dan inilah panen raya yang kami tunggu. Kesuksesan Gago dan Sago. Kami sebut begitu, karena system yang dikenalkan dua agen top kami itu lah yang pertamakali mengubah watak bisnis kekeluargaan menjadi bisnis indibidual kompetitif. Kehidupan social mereka yang harmonis, penuh toleransi dan tolong-menolong, perlahan luntur. Masing-masing kepala –apalagi yang berhutang- harus bekerja keras demi mengejar uang untuk melunasi kewajibannya. Sehingga, katika ada ombak besar yang menyapu sebagian rumah penduduk, kebiasaan mereka untuk saling bantu luntur. Prinsip saling membantu berubah menjadi time is money. Membantu orang boleh, tapi harus ada kompensasi;uang. Sisi kehidupan social yang akrab perlahan berubah individual. Masing-masing mulai terbebani untuk berusaha keras demi kepentingan masing-masing. Sungguh perubahan yang sulit kami capai sendiri, bila tanpa dua kaki tangan kami si Gago dan Sago.
Hal yang sama pun dialami oleh suku Tukus. Awalnya mereka tidak menyadari. Namun, lambat laun mereka merasakan perubahan. Kebutuhan pokok yang dulunya cukup ditukar dengan barang kerajinan atau sebaliknya, kini mulai sedikit bermasalah. Mereka tidak tahu kenapa tanpa terasa, dengan berlalunya waktu, harga-harga terus merambat naik. Padahal, mereka telah membanting tulang dan bekerja lebih keras. Kerjasama antar yang semula menjadi tradisi, lama-kelamaan juga mulai luntur.mereka menjadi egois, diburu kebutuhan masing-masing. Toh diakhir tahun tidak semua bisa membayar kewajibannya. Seperti dialami suku Sukus, suku Tukus pun anggotanya banyak yang default alias gagl bayar.
Melihat perkembangan ini, kami di dunia setan pun bersuka-ria. Betapa tidak, di mana kerakusan menjadi idiologi, di situ lah singgasana kami dibangun. Karena itu, kami pun semakin rajin membisiki Gago dan Sago untuk tidak hanya berhenti di sini saja.
Gago dan Sago memang sangat impresif, mereka adalah ciptaan jenius. Terbukti ketika mereka melancarkan dua trik lanjutan untuk memanangkan keadaan. Kepada para penunggak sebagian ada yang dipaksa membayar. Caranya, dengan menyita harta benda mereka. Rumah, sawah, ternak, dan maupun harta benda lainnya pun segera berpindah tuan. Sementara penunggak yang mempunyai hubungan baik dengan Sago dan Gago diberi kesempatan untuk memperpanjang masa angsura. Kebetulan Taka, pimpinan suku Tukus, salah seorang diantara penunggak. Maka atas nama “kebaikan hati” Sago bukan saja memberikan tambahan waktu menggangsur utang, tapi juga memberikan tambahan utang baru. Kenapa ? dia beralasan utang ini biar bisa dipakai untuk melancarkan kegiatan produktifnya. Namun alih-alih bisa membayar periode berikutnya, Taka kembali tak bisa melunasi utangnya.
Malu karena tak bisa membayar kewajibannya, Taka menarik diri dan menghindaru bertemu dengan Sago. Ia mulai kehilangan kepercayaan diri. Kewibawaannya sebagai kepala sukuTukus berbalik ke titik nadir. Sementara, Sago yang semula berlagak membantu, kini tinggal melakukan eksekusi. Ia semakin kaya. Ia pun berubah layaknya tuan besar. Ha..ha…ha…
Setelah beberapa tahun berselang, Gago dan Sago yang semula datang ke Aya dan Baya dengan modal mesin pencetak uang, kini telah menjadi pemilik hamper semua kekayaan di dua pulau tersebut. Mereka menguasai ekonomi dan property. Lambat laun, dengan uang, mereka pun beroleh kekuasaan baru; menguasai politik negeri itu.
Sementara masyarakat dua pulau itu tinggalah sebagai pekerja kasar. Kemiskinan tiba-tiba menjadi endemic yang terus menyebar cepat. Mereka bekerja keras, untuk hasil yang sedikit. Mereka kehilangan waktu untuk saudara dan tetangga. Mereka semakin jarang melakukan upacara keagamaan. Labih parah lagi, mereka semakin tidak perhatian satu sama lain.
Kejahatan yang semula hanyalah cerita yang sering mereka dengar dari negeri antah berantah, kini menghampiri; marak di depan hidung mereka sendiri. Karena tidak bisa bayar utang, mereka mengorbankan anak dan bahkan istrinya untuk diperbudak. Prostitusi yang semula begitu tabu bagi mereka, seperti menjadi budaya baru. Semua budaya yang datang dari Gago dan Sago, dianggap superior. Budaya local punlambat laun punah. Gago dan Sago telah menguasai semua, tak ada yang tersisa; ekonomi, budaya, kekuasaan dan keadilan yang bisa mereka beli melalui uang.
Namun ini bukan akhir dari petualangan mereka. Masih banyak pulau-pulau lain yang perlu “dimodernkan”.
Namun mereka akhir-akhir ini ketakutan. Ada segolongan orang minoritas yang dengan berani mengatakan “ mari kita terapkan Qur’an dan Sunnah di seluruh sendi kehidupan”. Mereka yang meneriakkan itu adalah orang-orang yang sudah paham dengan sepak terjang Gago dan Sago, serta anak buahnya.
Saat itu, menjadi titik puncak kerinduan yang telah lama saya penjarakan dalam diri. Hijab yang ditarik, kembali membuka hati ini padanya. Subhanallah.
Cinta saya padanya. Ah, tak bisa dikata-katakan lagi.
***
Jujur, ekonomi kembali merayuku. Saat pikiran mulai ku refresh di perjalanan to amuntai. Eh, tiba-tiba rasa kangen itu muncul. Ingin rasanya lagi membelai The Mystery of Capital-nya Hernando de Soto. Bermesraan dengan Wealth of Nation-nya Adam Smith. Rich Dad and Poor Dad-nya Robert. T. Kiyosaki, memeluk FSQ ( Financial Spiritual Qoutien) dan buku-buku filsafat lain yang telah membuatku dimabuk asmara.
Wahyu, teman SMA-ku “ yed, bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu itu!”. Terima ksih teman, walau kata-kata itu bukan orisinil darimu. Namun cukup menguatkan langkahku disaat malas. Terima kasih Pa Amat, yang telah menjadi teman diskusi saat SMA. Ketika kita sama-sama membahas ekonomi dari kapitalis, matrealis sampe islamis mulai titik teori sampai penyimpangan-penyimpanan yang saat itu tak bisa kupahami semua.hehe. tapi selamat ! anak-anak binaan bapak bisa jadi juara 1,2 dan 3 dalam olimpiade ekonomi tingkat provinsi. Luar biasa ! sampe gak bagi-bagi sama SMA lain. Heheh
Aku ingin suatu saat nanti, anak-anak IPS bukan jadi anak tiri dibanding jurusan IPA. (walau pun aku IPA). Terima kasih Bu BP yang sudah menjerumuskanku ke IPS Cuma gara-gara menang olimpiade kimia. Jujur aku cinta ekonomi, sayang juga sama matematika, fisika, kimia dan biologi, termasuk sejarah.
Mengapa aku cinta ekonomi? Ini jawabannya. Sedikit logika yang kuambil dari buku Satanic Finance. Pake bahasa sederhana, bahkan terlalu sederhana. Leburan tulisan dari teori-teori rumit bin memusingkan, “kata orang”.
***
Syahdan di suatu samudera terdapat dua pulau yang bertetangga. Sebut saja pulau Aya dan pulau Baya. Di pulau Aya, suku Sukus hidup sejahtera. Mereka dikaruniai daratan yang subur. Mereka hidup bercocok tanam. Pertanian mereka menghasilkan aneka sayur-sayuran dan buah-buahan tropis. Ikan dan sumber daya laut sangat melimpah. Tidak hanya itu,pulau Aya terkenal dengan panoramanya yang indah. Gemericik air terjun bisa ditemui di banyak tempat. Sungai-sungainya yang jernih juga menjadi daya tarik tersendiri. Tak heran bila pulau ini menjadi tempat tujuan para pelancong dan wisatawan local maupun luar pulau.
Selain sebagai symbol peradaban, emas juga berfungsi sebagai alat transaksi. Sejak Saka, sang ketua suku, mencetak koin emas. Maka semua transaksi jual beli yang semua dilakukan dengan barter beralih dan diukur dengan emas. Berdagang pun menjadi lebih mudah dan simple.
Meskipun begitu, mereka tidak mendewa-dewankan emas sebagai satu-satunya pencapaian. Kehidupan sosiak mereka tampak lebih penting. Ini bisa dilihat dari cara mereka saling tolong-menolong. (kami didunia setan sangat membenci prilaku ini). Ketika anggota suku perlu membangun rumah baru karena rumah lama tersapu ombak, yang berarti menguras emas simpanannya, anggota-anggota suku lainnya dengan suka-rela meminjamkan emas miliknya. Hebatnya, tanpa charge atau tambahan apapun. “ Dasar manusia bodoh, sudah meminjamkan uang kok tidak mau minta kompensasi,” begitu gerutuan kami.
Kami semakin pusing karena tidak terbatas itu saja, mereka juga bergotong-royong satu sama lain dengan ikhlas. Padahal kami ingin,paling tidak, mereka lakukan itu dengan riya. Pantas lah bila kehidupan mereka meskipun sederhana tapi diliputi semangat kesetiakawanan yang tinggi. Anggota suku terbiasa bahu-membahu mengatasi persoalan bersama. Boleh dikata, mereka hidup rukun dan damai.
Sementara pulau tetangganya, pulau Baya,didiami suku Tukus. Kebanyakan penduduknya bekerja sebagai petani. Mengolah lahan di sawah atau lading dan memelihara ternak. Sebagian lagi yang memiliki keterampilan khusus, memproduksi kerajinan tangan.
Dibandingkan suku Sukus, mereka lebih sederhana. Mereka menggunakan system barter dalam transaksi keseharian. Yang menghasilkan padi menukar berasnya dengan kerajinan tangan atau sebaliknya. Boleh dibilang secara ekonomi, kesejahteraan mereka di bawah suku Sukus. Mereka memang kebanyakan hanya pekerja kasar. Mereka tidak memiliki pusat kota yang indah dan maju seperti halnya Sukus. Sesekali mereka menjual hasil bumi dan handicraft mereka ke suku Sukus. Mereka, apalagi para wanitanya, sangat senang menerima koin emas sebagai jasa dari padi atau kerajinan tangan yang mereka hasilkan. Meskipun berbeda dalam hal kesejahteraan, ada satu persamaan menonjol di antara Sukus dan Tukus. Mereka sama-sama hidup damai, rukun, dan saling tolong-menolong. Mereka sering bershilaturrahmi dan menjalankan ritual agamanya dengan tenang.
Sampai akhirnya datang tamu istimewa ke sulang buana. Sebagai ku Sukus. Berpenampilan parlente, dua orang asing turun dari kapal yang berlabuh di pulau Aya. Gago dan Sago, begitu mereka mengenalkan diri saat dijamu oleh Saka, pemimpin suku Sukus. Kedua tamu ini disambut dengan suka cita. Saka dan para pembantunya sangat terkesan dengan kisah Gago dan Sago yang mengaku sudah melang buana. Sebagai bukti, kedua orang asing itu lalu memamerkan koin emas asing yang mereka kumpulkan dari berbagai tempat perlawatan.
Satu hal lagi –dan ini yang paling menarik bagi Saka dan punggawanya- adalah kertas yang dinyatakan sebagai uang. Gago dan Sago lalu memperkenalkan bagaimana uang kertas jauh lebih efisien ketimbang emas yang sehari-hari mereka pakai. Itu lah kenapa uang kertas ini sudah dipakai di Negara-negara yang jauh lebih maju disbanding tempat mereka tinggal. Gago dan Sago yang mulai mendapat respon positif semakin bergairah menjelaskan uang kertas ini kepada sang tuan rumah. Lalu, mereka memperkenalkan mesin oencetak uang.
“Gambar anda akan terpampang dalam uang kertas ini,” Gago menunjuk uang kertas sembari menyunggingkan senyum kea rah Saka.
“Benarkah ?” sela Saka berbinar. Dalam hati Saka girang bukan kepalang. Seumur hidupnya, tidak ada orang yang memberikan penghormatan sebagaimana dua tamu istimewanya.
Kami pun membisikkan ke dada Saka, “Hai Saka, kalau uang kertas bergambar dirimu diterbitkan, pasti kamu menjadi manusia terkenal hingga daratan yang pernah disinggahi para tamumu yang luar biasa itu.”
“ Seratus persen Anda akan menjadi orang terkenal!” Sago menimpali sembari mengangkat dua jempol tangannya ke atas. Sago memang agen tulen kami. Tanpa kami bisikan sesuatu, ia sudah tahu apa yang harus diperbuat. Dan pujian itu melambungkan angannya. Ha..ha..ha… pancingan Gago dan Sago mengena. Dua agen kami ini pun semakin antusas meyakinkan suku Sukus bahwa mata uang kertas akan sangat membantu membuat perekonomian mereka efisien.
Dan untuk kepentingan itu, sebuah institusi bernama bank perlu didirikan. Bank akan menyimpan deposit koin emas mereka yang menganggur (idle). Lalu uang deposan ini –sebagai taktik, ya hanya sekedar taktik- bisa dipinjamkan kepada anggota suku lainnya yang memerlukan. Dengan demikian, kesannya semua sumber daya yang ada menjadi optimal karena dialokasikan untuk kegiatan ekonomi produktif.
Suku Sukus yang terkenal suka membantu, sangat impresif dengan ide itu. Mereka piker, lembaga ini sangat luar biasa karena bisa melanjutkan tradisi mereka untuk membantu orang lain. Jadilah ide itu diamini dan dilanjutkan dengan mendirikan bangunan yang difungsikan sebagai bank yang pertama di pulau Aya.
Upacara pembukaan perdana Bank Aya, sebut aja begitu, sangatmeriah. Orang sepulau tumplek blek jadi satu merayakan hari bersejarah itu. Sebagian besar dari mereka sudah membawa koin-koin emas yang selama ini hanya disimpan di bawah bantal. Setiap satu koin emas yang mereka simpan , merekan mendapatkan ganti uang kertas dengan haminan bila sewaktu-waktu mereka menghendaki, mereka bisa menukarkan kembali uang kertas yang saat itu mereka terima dengan koin emas yang pernah mereka simpan.
Hamper semua anggota suku Sukus menyimpan koin emas mereka di bank Aya. Sejumlah 100.000 lembar uang kertas doserahkan, yang berarti bank Aya –yang dimotori Gago dan Sago- menerima 100.000 koin emas. Tak terasa, akhirnya pemduduk negeri pulau Aya begitu menikmati uang kertas itu. Mereka merasakan dengan menggunakan uang kertas itu, transaksi yang mereka lakukan jauhlebih simple dan nyaman.
Praktis semakin jarang orang yang menggunakan koin emas dalam transaksi sehari-hari. Sampai akhirnya uang kertas menjadi mata uang dominan. Kenapa mereka begitu? Karena selain memudahkan transaksi, mereka juga dengan mudah menukarkan uang kertas mereka dengan koin emas jika mereka memerlukan. Gago dan Sago sangat menjaga kepercayaan. Setiap kali ada yang mau menukarkan, kali itu juga koin emas diberikan. Demikian seterusnya sehingga lama-lama orang tidak khawatir dengan uang kertas miiknya. Toh kalau mereka mau, mereka bisa menukarkannya sepanjang waktu.
Perkembangan initernyata menjadi berita di mana-mana. Suku Tukus yang mendiami pulau Baya, diam-diam memuji dan ingin sekali praktik yang sama juga diterapkan di pulau mereka. Bayangkan, dari semula melakukan jual-beli dengan cara barter, tiba-tiba ada system supercanggih yang bisa membantu mereka melakukan transaksi dengan sangat mudah dan efisien.
Tak sabar, mereka mengutus duta menemui Gago dan Sago. Mereka minta agar system yang mereka bawa juga bisa diterapkan di pulau Baya. Gago menyanggupi.dia meminta Sago untuk membuka cabang bank Aya di pulau Baya dan mengangkat Sago sebagai manajernya.hanya bedanya, di sini hanya sedikit pendudknya yang memiliki koin emas.
“Anda tidak perlu kecil hati” kata Sago menghibur. “tanpa koin emas pun Anda bisa mengenyam kenikmatan sebagaimana tetangga pulau Anda,” dia bermanis-manis menerangkan. Tentu saja keterangan ini disambut gembira oleh penduduk pulau Baya.
Aha ! Sago betul-betul agen kami yang cemerlang. Otak bulusnya benar-benar tidak menyimpang dari program yang sudah kami tanamkan;keserakahan.
Begitulah. Mulailah Sago membagikan uang kertas. Ada 100 kepala keluarga di pulau itu. Setiap kepala keluarga diberikan 1000 lembar uang. Jadi total uang yang tersirkulasi di pulau itu mencapai 100.000. “karena Anda tidak menyimpan koin emas seperti halnya penduduk pulau seberang, sebagai gantinya, Anda bisa menggunakan uang yang telah saya bagikan.”
Apa yang dikatakan Sago itu disambut dengan senang. Tepuk tangan riuh membahana. Mea reka bersyukur, sebentar lagi mereka tidak akan sekolot dan seprimitif tempo hari. Namun, kemeriahan itu sempat hening ketika Sago menyela, “Harap diingat. Uang yang saya bagikan tadi tidak gratis. Ini adalah pinjaman. Nanti setelah setahun dari saat ini, anda harus mengembalikan uang ini plus 100 lembar uang tambahan”
“kenapa harus ada tambahan 100? Kenapa tidak mengembalikan sejumlah yang kami pinjam?” seorang pemuka suku Tukus menyela.
“betul anda memang hanya meminjam 1000. Yang 100 itu adalah untuk membayar jasa yang kami sediakan,” Sago dengan senyum lepas menjelaskan. Penjelasan brilian ! kami turut puas mendengar sago. Meski ada yang mengganjal, penjelasan Sago cukup tepat untuk membungkam naluri kritis warga Tukus. Itu terlihat dari tak surutnya minat warga Tukus untuk mengambil tawaran Sago. Paling tidak, mereka bia merasakan mudahnya transaksi dengan uang kertas. Yang leebih penting,menikmati status sebagai warga dunia baru. Modern dan prestisius.
Setelah sekian lama, dua agen kami itu mulai memainkan kartu truf. Dari pengamatan Gago, di pulau Aya, rata-rata hanya sekitar 10 persen uang kertas yang ditukarkan ke koin emas. Sisanya, 90 persen tetap berada di kotak penyimpanan di bank Aya. Mencermati bahwa uang kertas mereka sudah merajai alat tukar, kami pun tergelak.
“hai Gago, kena tidak kau cetak uang lagi ? bukankah hanya sedikit dari mereka yang menukarkan uang kertasnya dengan koin emas ? bukankah kau bisa meraup untung luar biasa dengan cara ini? Ayolah kawan, tunjukkan otak cerdasmu, “begitu kami tak henti menggelitiki Gago.
Dan benar, Gago memang agen kamiyang jempolan. Ia lalu mencetak uang kertas lebih banyak. Tidak tanggung-tanggung hingga 900.000. dalam kalkulasinya, jumlah ini, ditambah jumlah uang kertas yang telah dibagikan sebelumnya, totalnya 1.000.000. kalau ada orang yang datang hendak menukarkan uang kertas ini, berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah hanya 10 persen saja. Nah, kalau ini yang terjadi, bukankah ia menyimpan 100.000 koin emas, yang tidak lain adalah koin yang terlah disetor oleh seluruh penduduk Sukus? Kalau hitung-hitungan pahit itu benar-benar terjadi, bukankah cadangan koin emas yang diperlukan sudah cukup ?
Fantastic ! creating money from nothing ! menciptakan uang dari kekosongan. Hanya orang-orang seperti Gago, kawan kami, yang bisa. Begitulah. Akal bulus Gago bergerak. Ia pinjamkan 900.000 uang kertas yang baru dicetaknya kepada warga Sukus yang memerlukan. Kalau di pulau Baya, Sago mengutip tambahan ekstra sebesar 10 persen dari pokok, nah Gago meningkatkan kutipan hingga 15 persen. Artinya kalu seseorang meminjam 1000 lembar uang kertas, di akhir tahun ia harus mengmbalikan 1150 uang kertas, di mana 150-nya adalah charge dari layanan yang diberikan.
Hari pun berganti. Bulan begitu cepat. Tak terasa setahun pun lewat. Apa yang terjadi dengan suku Tukus dan Sukus? Pelan tapi pasti, penduduk pulau aya merasakan harga-harga kebutuhan barang dan jasa mereka naik. Mereka tidak tahu apa penyebabnya. Banyak di antara orang yang meminjam uang dari Gago itu mengalami gagal bayar. Mereka bukan orang pemalas atau penganggur. Tapi meski telah bekerja keras, mereka msih kesulitasn melunasi utang berikut bunganya. Dan mereka memang tidak akan pernah bisa. Bahkan ketika mereka menjadikan 24 jam untuk bekerja. Lihat lah, uang yabg dipinjamkan 900.000 bila ditambah buga 15 persen, berarti senilai 135.000 atau jumlah otal mencapai 1.135.000. padahal, jumlah uang yang beredar hanya 1.000.000 (100.000 diberikan sebagai ganti 100.000 keping koin emas, ditambah uang baru 900.000 yang dicetak Gago).
Dan inilah panen raya yang kami tunggu. Kesuksesan Gago dan Sago. Kami sebut begitu, karena system yang dikenalkan dua agen top kami itu lah yang pertamakali mengubah watak bisnis kekeluargaan menjadi bisnis indibidual kompetitif. Kehidupan social mereka yang harmonis, penuh toleransi dan tolong-menolong, perlahan luntur. Masing-masing kepala –apalagi yang berhutang- harus bekerja keras demi mengejar uang untuk melunasi kewajibannya. Sehingga, katika ada ombak besar yang menyapu sebagian rumah penduduk, kebiasaan mereka untuk saling bantu luntur. Prinsip saling membantu berubah menjadi time is money. Membantu orang boleh, tapi harus ada kompensasi;uang. Sisi kehidupan social yang akrab perlahan berubah individual. Masing-masing mulai terbebani untuk berusaha keras demi kepentingan masing-masing. Sungguh perubahan yang sulit kami capai sendiri, bila tanpa dua kaki tangan kami si Gago dan Sago.
Hal yang sama pun dialami oleh suku Tukus. Awalnya mereka tidak menyadari. Namun, lambat laun mereka merasakan perubahan. Kebutuhan pokok yang dulunya cukup ditukar dengan barang kerajinan atau sebaliknya, kini mulai sedikit bermasalah. Mereka tidak tahu kenapa tanpa terasa, dengan berlalunya waktu, harga-harga terus merambat naik. Padahal, mereka telah membanting tulang dan bekerja lebih keras. Kerjasama antar yang semula menjadi tradisi, lama-kelamaan juga mulai luntur.mereka menjadi egois, diburu kebutuhan masing-masing. Toh diakhir tahun tidak semua bisa membayar kewajibannya. Seperti dialami suku Sukus, suku Tukus pun anggotanya banyak yang default alias gagl bayar.
Melihat perkembangan ini, kami di dunia setan pun bersuka-ria. Betapa tidak, di mana kerakusan menjadi idiologi, di situ lah singgasana kami dibangun. Karena itu, kami pun semakin rajin membisiki Gago dan Sago untuk tidak hanya berhenti di sini saja.
Gago dan Sago memang sangat impresif, mereka adalah ciptaan jenius. Terbukti ketika mereka melancarkan dua trik lanjutan untuk memanangkan keadaan. Kepada para penunggak sebagian ada yang dipaksa membayar. Caranya, dengan menyita harta benda mereka. Rumah, sawah, ternak, dan maupun harta benda lainnya pun segera berpindah tuan. Sementara penunggak yang mempunyai hubungan baik dengan Sago dan Gago diberi kesempatan untuk memperpanjang masa angsura. Kebetulan Taka, pimpinan suku Tukus, salah seorang diantara penunggak. Maka atas nama “kebaikan hati” Sago bukan saja memberikan tambahan waktu menggangsur utang, tapi juga memberikan tambahan utang baru. Kenapa ? dia beralasan utang ini biar bisa dipakai untuk melancarkan kegiatan produktifnya. Namun alih-alih bisa membayar periode berikutnya, Taka kembali tak bisa melunasi utangnya.
Malu karena tak bisa membayar kewajibannya, Taka menarik diri dan menghindaru bertemu dengan Sago. Ia mulai kehilangan kepercayaan diri. Kewibawaannya sebagai kepala sukuTukus berbalik ke titik nadir. Sementara, Sago yang semula berlagak membantu, kini tinggal melakukan eksekusi. Ia semakin kaya. Ia pun berubah layaknya tuan besar. Ha..ha…ha…
Setelah beberapa tahun berselang, Gago dan Sago yang semula datang ke Aya dan Baya dengan modal mesin pencetak uang, kini telah menjadi pemilik hamper semua kekayaan di dua pulau tersebut. Mereka menguasai ekonomi dan property. Lambat laun, dengan uang, mereka pun beroleh kekuasaan baru; menguasai politik negeri itu.
Sementara masyarakat dua pulau itu tinggalah sebagai pekerja kasar. Kemiskinan tiba-tiba menjadi endemic yang terus menyebar cepat. Mereka bekerja keras, untuk hasil yang sedikit. Mereka kehilangan waktu untuk saudara dan tetangga. Mereka semakin jarang melakukan upacara keagamaan. Labih parah lagi, mereka semakin tidak perhatian satu sama lain.
Kejahatan yang semula hanyalah cerita yang sering mereka dengar dari negeri antah berantah, kini menghampiri; marak di depan hidung mereka sendiri. Karena tidak bisa bayar utang, mereka mengorbankan anak dan bahkan istrinya untuk diperbudak. Prostitusi yang semula begitu tabu bagi mereka, seperti menjadi budaya baru. Semua budaya yang datang dari Gago dan Sago, dianggap superior. Budaya local punlambat laun punah. Gago dan Sago telah menguasai semua, tak ada yang tersisa; ekonomi, budaya, kekuasaan dan keadilan yang bisa mereka beli melalui uang.
Namun ini bukan akhir dari petualangan mereka. Masih banyak pulau-pulau lain yang perlu “dimodernkan”.
Namun mereka akhir-akhir ini ketakutan. Ada segolongan orang minoritas yang dengan berani mengatakan “ mari kita terapkan Qur’an dan Sunnah di seluruh sendi kehidupan”. Mereka yang meneriakkan itu adalah orang-orang yang sudah paham dengan sepak terjang Gago dan Sago, serta anak buahnya.
Langganan:
Postingan (Atom)