Senin, 25 Juli 2011

Ikhwan Bijak,Akhwat Pengertian

Bismillah..:)

Walau sulit untuk diterima, selalu saja perbedaan gender memberikan aksi dan reaksi yang berbeda terhadap sesuatu. Terkait lembaga dakwah yang kita sayangi ini, KSI Asy-syifa,tentunya hal itu juga cukup berpengaruh. Ngebahas Ikhwan dan akhwat,penting ga sih?Oke lah,mengapa hal ini saya rasa menjadi topik yang cukup hangat untuk saya angkat. Sebenarnya akan ada beberapa alasan logis,tentunya ketika kita memandang KSIA bukan sebagai sebuah sistem organisasi yang sekuler dan bukan bula bersistem yang perusahaan sentris sehingga kering nilai-nilai ruhiyah. Semoga ini bisa menjawab beberapa kendala,seperti “ karena ingin menjaga hijab, eh, ikhwan dan akhwat tidak pernah melakukan pola hubungan kerjasama dakwah yang efektif. Sehingga ikhwan dan akhwat dalam satu departement pun terasa berjalan sendiri dan “ hah? Dia satu departement ya dengan ana”. Ikhwan nya diam, nah akhwatnya bingung. Akhwat nya ceplas-ceplos, eh ikhwan nya pergi. Dalam sebuah syuro pun, kadang terkesan ikhwan syuro sendiri akhwat syuro sendiri. Belum lagi, kendala akhwat yang tiba-tiba ngambek dan ikhwan yang tiba-tiba jengkel. Masalah “sepele”,yang ternyata berdampak sistemik”. Saya serius bung.
Sebenarnya dalam hal ini sangat banyak teori, bahkan saya mengatakan tidak ada teori yang terbaik. Yang ada hanya teori yang tepat. Karena hal ini terkait seni, ya seni dalam memanajemen interaksi dan mengatur pola hubungan,agar tidak terjadi dua sisi ekstrim (terlalu kenal dan tidak kenal sama sekali). Lagi-lagi,ini adalah seni. Yakni perpaduan antara ilmu, pengalaman lapangan,intuisi,rasio dan instink. Mengapa tidak rasio saja ? Karena dalam beberapa hal kita perlu menyentuh rekan dakwah kita dengan “hati”. Atau menyentuh mereka dengan “tindakan”. Ya, walau pun semuanya sebenarnya dikendalikan dengan rasio juga. Bahasa sederhananya, biarkan rasio mengendalikan perasaan kita, agar perasaan kita bisa “beresonansi” dengan perasaan rekan dakwah kita. Sekali lagi, ini seni bung.
Baik di textbook ilmu kedokteran kejiwaan Maramis dan Personality Plus maupun di buku bacaan ringan Men From Mars and Women From Venus,kita akan sedikit belajar tentang sebuah aksi-reaksi sikap,ya sebuah analisa psikologis lah. Bagaimana ikhwan menurut pandangan akhwat, juga akhwat menurut pandangan ikhwan. Semoga dengan sedikit perbincangan hangat ini bisa memberikan pandangan baru tentang seni mengatur pola hubungan dalam organisasi dakwah. Karena ikhwan dan akhwat, juga manusia :)
kita akan berbicara dalam pola umum dulu.
Pada dasarnya, ikhwan adalah jenis manusia yang mengedepankan rasio nya. Itu sangat terlihat dari pola bicara dan sikapnya. Cenderung egois dan lebih suka menyelesaikan semuanya sendiri. Sehingga, kita jarang melihat ikhwan pada “curhat”. Karena ia yakin bisa menyelesaikan masalahnya. Analoginya, ikhwan seperti punya “gua” sendiri dalam hidupnya. Ketika ada masalah ia akan memasuki “gua” itu dan sangat cenderung “benci” ketika diganggu saat itu. Namun,ketika suasana ia rasa sudah cukup membaik,maka ia akan keluar “gua” dengan sendirian. Nah, mungkin ini salah satu penyebabnya klo ikhwan itu cenderung lebih malas daripada akhwat coz mereka banyak mikir ketimbang kerjanya. Kadang klo udah ngomong, kebanyakan “teori” daripada “action”nya. Tapi hati-hati, karena ikhwan lah yang “lebih banyak akalnya” (maksudnya ngakalin orang dan ngeles). Kadang, sangat menyukai hal-hal simple dan sangat membenci sebuah kerumitan. Tingkat “kesensitifan” perasaan ikhwan agak rendah. Sehingga tidak jarang kita melihat sekelompok ikhwan ketawa-ketawa “bercanda kasar (mengolok-olok)” satu sama lain. Namun, tidak ada dendam di antara mereka. Dibilangin “teroris”,”kambing”,”pasukan padang pasir” dan lain-lain, mereka hanya ketawa dan cenderung melupakan. Mungkin tertawa adalah proses melupakan bagi ikhwan, semakin lebar mulutnya maka tingkat evaporasi (penguapan) “ledekan dan masalah” semakin tinggi (hehehe,becanda. Tapi itu faktanya, ikhwan udah biasa “diolokin” satu sama lain. Klo di akhwat gitu,mungkin terjadi “perang dunia 3”).
nah klo akhwat. Yang dominan adalah perasaannya. Jujur, sangat sensitif. Jadi “pemilihan kata” ketika berbicara harus betul-betul diperhatikan. Mungkin mereka tidak akan “bilang” marah, tapi tingkah laku seperti “ngambek dan raut muka yang berubah”, sudah cukup memberikan tanda klo mereka sedang bermasalah dengan anda. Yang parahnya, ketika perasaan sudah mendominasi mereka. Kecenderungannya adalah mereka tidak bisa membedakan ini “masalah organisasi atau pribadi”. Sehingga tidak jarang akhwat “kabur” dari organisasi dakwah karena “sakit hati”,yah semacam barisan sakit hati jadinya. Selain itu, akhwat sangat “tidak sabaran” klo digantung. Maksudnya, akhwat butuh sebuah kepastian, baik dalam kebijakan departement maupun keputusan sebuah proyek/agenda. Jika ikhwan yang cenderung punya “gua”sendiri tadi terlalu lama “bertapa”nya. Tingkat kepercayaan akhwat akan sangat berkurang. Apalagi klo ikhwan yang bersangkutan tadi koordinatornya, padahal akhwat tadi sudah memberikan “kepercayaan” kepada ikhwan untuk memimpinnya. Selain itu, akhwat cenderung sangat senang dilibatkan atau diikutkan. Mungkin ini yang mereka definisikan sebagai “perhatian dalam organisasi”. Mereka merasa “dihargai” ketika juga bisa terlibat dalam sebuah keputusan. Ketika mereka merasa diperhatikan, maka pasti mereka memberikan “perhatian” lebih kepada departement dan lembaga dakwahnya. Ini fakta lho,terlihat akhwat lebih “care” dengan lembaga.

Contoh kasus; pada suatu kepanitiaan. Ternyata masih ada pembahasan syuro yang belum selesai, namun sudah hampir adzan magrib. Sedangkan keputusan sudah harus ada besok pagi. Maka, ketuplak meminta kepada semua ikhwan untuk syuro malamnya, tentunya akhwat ga bisa ikut. Besoknya, syuro lagi ikhwan-akhwat untuk membacakan hasil keputusan syuro tadi malam. Terlihat, raut muka akhwat banyak yang kecewa. Sedangkan ikhwan senyum-senyum saja merasa masalah sudah diselesaikan dengan keputusan final syuro tadi malam.
Catatan
# ikhwan, cenderung menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka punya “gua” sendiri. Sudah terlalu keasyikan dalam masalahnya sendiri. Dan merasa rasionya sudah bisa menyelesaikan masalah. Mungkin koordinasi ke MS aja juga lupa.
#akhwat, sensitif, merasa tidak dihargai keberadaanya. Karena tidak dilibatkan dalam mengambil keputusan. Tentu “perasaan” sedikit benci sudah mendominasi si akhwat.

Contoh lagi; seorang ketua akhwat dalam suatu departement dapat instruksi oleh mas'ul akhwat. Dalam instruksi tsebut, mengharuskan akhwat berkoordinasi dengan seluruh anggota akhwat. Keputusan sudah harus ada siangnya. Sedangkan sms baru masuk jam 12.00 malam (kondisi;provider bmasalah). Dia sms koordinator ikhwan departement itu,sebagai koordinator tertinggi. Untuk sedikit mendiskusikan masalah tadi. Dia tahu itu tidak ahsan,namun keadaan begitu sangat mendesak. Namun tidak ada tanggapan dari si ikhwan. Dia coba telpon juga tidak ada tanggapan. Mungkin si ikhwan sudah tidur. Dia pending dan lakukan lagi setelah shalat shubuh,hasilnya sama. Si akhwat tidak bisa bergerak dan amanah dari mas'ul akhwat terbengkalai.
Catatan
#ikhwan, mungkin lagi sedang ada masalah. Cenderung untuk masuk “gua” dan fokus pada masalahnya. Sehingga biasanya sangat jengkel klo dihubungi atau diganggu. Kadang lambat terhadap tanggapan pesan coz egoisnya dominan.
#akhwat, sangat jengkel klo digantung. Apalagi berlarut-larut dan didesak keadaan. Maka peluang ngambek nya semakin tinggi. Kesensitifan perasaaan nya kadang betul-betul “sedikit” menutupi pertimbangan rasionya.

Terakhir, terkait pola umum ikhwan-akhwat:
kedua jenis makhluk ini, sangat berbahaya klo anda menunjukan “perhatian” yang cukup mencurigakan. Iya, mereka cenderung mengimajinasikan sesuatu hal positif secara berlebihan. Perhatian anda sebagai koordinator,kemungkinan bisa disalahartikan jika anda menunjukannya dengan sedikit “lebay”,ya walau pun cuma sedikit. Mereka sangat suka diperhatikan. Hati-hati perhatian anda terhadap rekan dakwah. Sama-sama menuntut “kejelasan peran”. Nah ini yang sama-sama kita harus belajar. Tidak ada orang yang senang dalam kondisi serba abu-abu maupun kebingungan,apalagi terkait instruksi kerja. Namun mereka juga tidak suka “diperintah”. Ya,memang pada dasarnya semua orang seperti itu kan .Dan SAYA RASA JUGA SANGAT PERLU KEJELASAN MANA PORSI SIAPA YANG BERPERAN DALAM TATARAN KONSEP STRATEGIS dan KONSEP PRAKTIS.. Jadi,menurut saya betul-betuk perlu sebuah “seni”. Ketika anda memperhatikan rekan kerja dalam dakwah,namun tetap proporsional dan profesional. Memberikan instruksi dengan jelas,namun bukan memerintah.

*Yang sedang belajar dan meramu konsep ideal sebuah Lembaga Dakwah Fakultas (LDF). Wow, ilmu kedokteran kejiwaan (psikiatri) ternyata sangat aplikatif di sini :)

2 komentar:

meldayanti mengatakan...

memang sulit menyamakan pendapat, apalagi antara ikhwan & akhwat. tapi, seperti yang antum bilang..semua ada 'seninya'. jadi, apapun yang terjadi..tetaplah Jaga Ukhuwah..!!!

Wulan mengatakan...

managing interaction, it's true art....

smoga agenda dakwah, bisa selesai sblum regenerasi... ^_^